5.12.07

PERKARA DUDUK

Duduk perkaranya adalah perkara duduk. Waktu saya masih kecil, masih di kelas 1 SD, Kung Kandar (kakek saya) selalu bilang lungguho sing apik, duduklah dengan baik. Sesaat terpikir, mengapa tidak ‘berdirilah dengan baik’ atau ‘larilah dengan baik’ atau ‘jengkinglah dengan baik’.

Sekarang terbayang, bagaimana bisa duduk dengan baik jika kita duduk di kursi roda, atau duduk di kursi pesakitan, lebih repot jika duduk di kursi listrik yang tentu saja tidak senikmat ketika duduk di kursi pelaminan.

Manusia memang suka duduk. Selain duduk-duduk, mereka juga hobby menduduki; betapa nenek moyang kita sangat menderita ketika diduduki penjajah, meskipun sebagian ada yang duduk enak sebagai onder, opas atau carik. Duduk itu memang selalu ada yang menduduki dan yang diduduki, beda benar dengan dodok. Di kota, jarang orang dodok ketika buang hajat, mereka lebih suka duduk.

Manusia adalah penduduk dunia, itu sebabnya mereka harus mempunyai Kartu Tanda Penduduk. Boleh mempunyai satu, dua atau tiga. Tidak mempunyai juga oke. Tetapi, sebaiknya Anda punya. Tanpa foto kopi KTP mustahil Anda dapat meminjam uang ke Bank Bajul Duduk.

Duduk memang kelihatan enak. Maka, tidak ada istilah ‘aku duduk sebagai bawahan’, yang ada adalah ‘duduk sebagai atasan’, ‘duduk sebagai kepala’, ‘duduk di kursi bupati’, atau ‘duduk di kursi dewan’. Sungguh, saya belum pernah dengar ‘aku duduk sebagai sopir’, meskipun ia seorang pengemudi angkot.

Sebuah masalah bisa didudukkan pada proporsi sebenarnya. Nah, jika masalah saja bisa didudukkan, maka alangkah mulianya si masalah. Melalui masalah inilah orang bisa duduk enak atau duduk di kursi pesakitan.

Menurut ilmu perdudukan, duduk itu bermacam-macam. Duduk sila ketika sedang pengajian atau kenduri, duduk silang kaki ketika baca koran di rumah, duduk formasi V ketika sedang memprospek orang, duduk nongkrong ketika bakar ikan, dan duduk tertib duduk salat. Yang paling istimewa adalah duduk melamun. Duduk melamun tidak pernah memperhatikan cara duduk. Yang pasti, jika raja duduk mbegagah, maka kawulo duduk silo ngapurancang.

Duduk memang bukan main; mengapa pada pelajaran matematika ada istilah tempat kedudukan, itu karena mahasiswanya harus duduk. Seorang mahasiswa, ketika diberi kesempatan berdiri, apalagi mengerjakan soal di papan tulis, maka ia akan cengar cengir karena alam kegugupan sudah menduduki sanubarinya. Meskipun mahasiswa itu jagonya membuat dudukan pelat.

Salah duduk bisa berakibat fatal. Saya pernah disumpahi tidak bisa kentut seminggu gara-gara menduduki Kiai Semburat, keris paman saya. Bisa dibayangkan jika akan ke Tangerang saya naik angkot jurusan Ciputat, atau Parung. Mendudukkan orang, mungkin istilahnya staffing, juga bisa berakibat fatal; kesalahannya bisa pada yang mendudukkan atau yang didudukkan. The right man on the right place, bisa diubah menjadi May be the right man on the may be right place.

Saya juga baru tahu kalau penyakit angin duduk itu adalah jantung coroner dan pemain cadangan biasanya duduk di bangku cadangan, padahal pemain inti juga duduk di bangku yang sama. Pemain inti biasanya terduduk lemas jika timnya kalah, tetapi pemain cadangan biasanya tersenyum dalam hati, kasihan deh lu

Konon, di Singkawang ada warung remang-remang yang memberikan pelayanan kopi duduk, meski yang dijual bukan kopi. Tetapi menduduki kopi juga berbahaya, apalagi kopi panas.

Duduk memang enak, itu sebabnya orang lupa berdiri ketika duduk. Saya juga lupa berdiri ketika menulis artikel ini, saya duduk tertidur…
//SOEMARMO WS. -TGC-041207

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Lagi nyasar eh dapet tulisan perkara duduk, Gile, ada juga orang yang jago nulis macem gini ye.

Anonim mengatakan...

HEHE, ASOY GEBOY INDEHOY, GIMANA KALAU DITAMBAHIN DUDUK SUBUH, DUDUK MAGHRIB,...???