30.12.07

Badai (Belum) Berlalu

DESAKU

H. MUTAHAR

Desaku yang kucinta
Pujaan hatiku
Tempat Ayah dan Bunda
dan HandaiTaulanku
Tak mudah kulupakan
Tak mudah bercerai
Selalu kurindukan
Desaku yang permai


Kemarin di keceriaan hajatan Sahabatku Edwin Aldrin, saya sengaja membawakan lagu tersebut. Dengan sepenuh keharuan hati. Bukan saja lantaran lagu tersebut sudah sangat lama tidak lagi terdengar. Sudah teramat sangat lama tidak lagi pernah didendangkan. Tetapi terlebih adalah karena sebagian besar desa-desa nan permai di seantero penjuru Jawa Tengah dan Jawa Timur saat ini sedang poranda, basah terendam, padahal hanya berselang beberapa waktu berselang, tempat-tempat itu dilanda kekeringan.

Kita yang tadinya masih sangsi dengan propaganda global warming, yang masih sempat bertanya-tanya, mengapa Tuhan sedang begitu marahNya pada negeri ini, mulai harus berhitung ulang, bukan saja terhadap tingkah pola moralitas kita, tetapi terlebih lagi tentang pandangan dan hubungan bilateral kita dengan alam sekeliling kita.

Nyatanya, jikalau Tuhan marah, masih terbentang banyak jalan untuk memohonkan ampunanNya. Jikalau manusia marah, masih banyak cara untuk memintakan maaf padanya. Namun, tatkala alam terlanjur murka, kemana kaki masih bisa hendak melangkah.

Dahulu, pertengahan 80-an hingga 90-an, saya pernah berpikir bahwa Asia Selatan, terutama Bangladesh dan Srilanka, bak negeri terkutuk. Di saat negeri kita sedang hujan, mereka kekeringan. Di saat kita sedang cerah, mereka kedatangan air bah. Ketika itu, hampir setiap semester negeri kita mengirim bantuan kemanusiaan ke sana. Kini, justru kitalah yang berharap-harap masih ada negeri lain yang perduli pada kita, pada saudara-saudara sebangsa kita.

Karena itu, ketika buka-buka arsip, saya temukan sebuah tulisan saya beberapa waktu lampau yang sudah pernah dipublikasikan lewat MediaTangerang. Sepertinya masih relevan untuk kita renungkan. Di akhir tahun ini, saatnya kita berkontemplasi, beretrospeksi, siapa tahu, kita juga adalah pemilik andil dari prahara-prahara di negeri ini. THERIQA 301207

>>>^<<<

“…now the world’s only hope lies with determined survivors, uniting for one last pray before it’s the end of mankind.” ***

MINIMAL ada satu hal yang positif, bahwa dalam catatan bangsa ini pernah ‘disinggahi’ seorang Raffles sebelum ia membangun Tumasik dan menjadikannya Bandaraya Singapura. Hal itu adalah, ia menemukan dan lantas menamai kembang raksasa yang mengeluarkan bau menyengat. Bunga Rafflessia memang bunga langka, meski kalau pun jumlahnya banyak belum tentu disuka dan membuat bahagia. Tentu saja, karena Bunga Rafflessia sebelum ‘bertemu’ si Gubernur Jenderal Inggris saat menguasai Andalas, bernama Bunga Bangkai.

Di kawasan tujuan penggemar ruang berasap dengan musik ingar-bingar, baik di daerah Kota, daerah Pinangsia Tangerang, maupun beberapa ruas exit tol, pun bertabur nama-nama indah mempesona. Nama gemerlap semacam Rafflessia nyatanya bukan lagi sekadar monopoli aktor, aktris dan penggiat selebritas.

Jangankan nama pribumi semacam ponirah dan tulkiyem, nama bagus seperti sri pun nyaris tak lagi kita jumpai untuk generasi setingkat SMP dewasa ini.

Maka tak heran, belakangan ini muncul kecenderungan yang sama menghinggapi monster-monster pencabut nyawa. Siapapun pasti akan menutup pintu buru-buru, jika terdengar kabar bahwa El Nino, La Nina, atau Katrina akan datang bertamu.

>>>^<<<

KEKUATANMU adalah kelemahanmu, demikian bunyi filosofi yang cukup kental di lingkungan Jetkundo, beladiri bergaya Bruce Lee. Itu tergambar jelas di pemandangan yang terpampang di distrik Louissinia dan Missisipi, terlebih di Kota New Orleans yang permai.

Dahulu kita selalu berpikir bahwa komunitas Hollywood terbiasa berimajinasi dengan berbagai produk mereka yang berkisah tentang force-majeurs. Twister, Perfect Storm, Vulcanos, Independence Day, hingga ke Tower Inferno, adalah khayalan sineas Amerika tersebab mereka tidak pernah beroleh kesempatan mengalami kejadian-kejadian tersebut.

Bencana di mata Hollywood menjadi komoditas karena begitu amazing, dramatis, menggugah simpati bahkan empati dan memberi peluang munculnya heroisme. Dan sang hero sudah tentu adalah si Paman Sam. Sementara bagi mereka yang terbiasa menyaksikan, menemui bahkan mengalami bencana, tentu rasa dan emosinya juga berbeda, tidak terlalu reaktif dan bergelora.

Sehingga, sungguh dengan sangat menyesal dan kepala tertunduk dalam-dalam, apa yang kita saksikan pada dini hari pertama September, seakan kita keliru memencet tombol remote-control kita. Apa yang melanda New Orleans saat itu yang ditayang langsung oleh CNN, seolah-olah apa yang kerap disajikan oleh layar HBO. Pampangan yang begitu tragis, begitu natural karena memang tidak sedang didramatisir oleh seorang sutradara.

Apa yang terjadi dalam empat-lima hari setelah kehadiran Katrina di pantai belahan Selatan Amerika Serikat itu justru lebih mengiriskan. Dan kejadian sepekan terakhir ini sekaligus menunjukkan kenyataan bahwa apa yang selama ini dipertunjukkan sebagai kekuatan Amerika Serikat itu adalah juga kelemahannya.

Jika dua hari selepas tsunami menerpa NAD, kapal induk AS sudah mengontak AL kita untuk ijin merapat, di negerinya sendiri malah sebaliknya. Penanganan pasca bencana kita yang kerap dikritisi mereka, tidak beroleh contoh yang pantas saat mereka berada di posisi yang sama.

Jika ada hal yang kurang lebih sama, itu tak lain dari acting para pejabatnya. Raut dan warna muka George W Bush saat mendatangi Superdoom, sebelum 15.000 korban yang ditampung di situ dipindahkan ke Arizona, sambil mengucapkan, “Sebentar lagi saya akan terbang meninggalkan kalian, tetapi saya tidak akan pernah melupakan apa yang saya lihat di sini…” hampir nyaris serupa dengan saat ia mengucapkan, “Amerika beserta sekutu Eropa, akan membantu masyarakat Iraq untuk menemukan dan menghancurkan instalasi senjata pemusnah massal kimia, menghapus terorisme dan sekaligus menegakkan kehidupan demokratis…”

Saya bahkan seakan merasa bahwa hidung Bush muda itu bertambah panjang beberapa milimeter setiap melihat ia mengucapkan sesuatu.

Keyakinan tentang kenyataan bahwasanya AS merupakan negara paling rentan kini bukan lagi monopoli bangsa lain, tetapi mulai menyelimuti warganegara AS sendiri. Saat Washington sedang gladi resik karnaval dalam kerangka 4 tahun WTC, saat Pentagon sedang berkutat dalam debat penambahan anggaran pertahanan, saat Gedung Putih sedang ditekan untuk menarik sisa pasukannya di Irak, saat dua anggota parlemen mereka sibuk membujuk penentangan Papua dalam wilayah integral NKRI, saat seorang pendeta tersohornya mengagitasi pembunuhan terhadap kepala negara tetangganya, saat itulah kesabaran Katrina habis.

Kontroversial dan ironi memang gaya AS, sebagai bentuk managemen konflik yang mereka anut. Dan keperkasaan ‘seorang gadis’ Katrina yang ditunjuk Sang Maha Kuasa untuk meruntuhkan arogansi, rasa superior dan sok heroik si Uncle Sam itu, adalah jawaban atas semua retorika mereka.

Begitu bersahajanya alam, betapa bijaksananya alam.

>>>^<<<
BADAI memang belum hendak beranjak, seakan mengikuti jejak bajaj yang meski secara resmi dihapus tapi tetap seliwiran di jalanan metropolitan.

Beberapa pengamat yang sangat pakar dalam hal mengkritisi orang, menilai bahwasanya tersebab oleh kinerja kabinet yang buruk, maka Indonesia akan segera memasuki Badai Krisis Jilid II. Ajaibnya, salah satu indikasi para pengamat itu kali ini terbukti, yaitu anjlognya nilai rupiah.

Dan sebagaimana biasa, komentar pengamat yang pertama segera direspon dengan ‘pengamatan’ kelompok pengamat lainnya. Jika yang pertama bilang, satu-satunya solusi adalah SBY adalah segera melakukan reshufle, maka kelompok kedua menandaskan bahwa tindakan rombak kabinet sama sekali tidak perlu karena turunnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh melonjaknya harga minyak maka segeralah naikkan harga BBM.

Jika SBY sebagai nahkoda dengan tutur teratur, emosi terkendali, menyodorkan empat paket ekonomi disertai statement bahwa jikapun pemerintah ‘terpaksa’ memberlakukan kenaikkan harga BBM, itu paling cepat pada Oktober, setelah upaya mengatasi persoalan kompensasi kenaikkan BBM Maret rampung. Maka selang sehari, seorang menko yang cuma kelasinya SBY dengan corak kocak dan norak menegaskan bahwa kenaikkan BBM segara pada bulan September ini juga.

Indonesia tetap saja setia pada pakem keindonesiaannya, karena setelah dua kelompok pengamat yang sangat paham kapan harus muncul di tv dan koran – maka selalu ada kelompok ketiga. Kelompok ketiga adalah kelompok yang ‘tidak laku jual’ baik di tv maupun koran dan media mereka adalah poster dan trotoar. Kali ini pun kelompok ketiga tak kalah reaktifnya, mereka emoh bersoal perlu tidaknya kabinet dibongkar. Daripada ribut soal kabinet, mereka justru menuntut mundurnya sang nahkoda.

Dalam situasi angin kencang berhembus, tak lagi perlu kita bertanya, siapa yang waras, karena semua pihak selalu merasa dirinya paling benar; jikapun kelak terbukti asumsi dan argumentasi mereka salah, toh mereka tidak pernah, tidak perlu merasa bersalah.

>>>^<<<

BADAI memang tidak sama seperti bajaj. Meski kadang-kadang manuver bergeraknya sama, ributnya juga sama. Tapi ributnya badai belangkangan ini konon akibat pemakaian bbm kita yang sudah tak wajar, sementara ributnya bajaj, adalah contoh pemakaian bbm yang tidak wajar itu.

Negeri ini memang sedang susah, Ibu Pertiwi pun tetap bergenang air mata. Sementara saudara-saudara kita ada yang sedang susah payah menyelamatkan harta bendanya, jiwa raganya, sebagian saudara kita yang lain sedang bersiap-siap untuk berfoya-foya. Bahkan ada yang sudah buang garam ke laut, bermiliar-miliar untuk sebuah mimpi di Pilkada.

Sepekan dua ini, kita pun merasakan angin agak sibuk lalulalang dan rada berisik di Tangerang. Penciuman yang normal pun bisa segera mengendus aroma di sela liukan angin itu. Langkah yang itu-itu saja, gaya yang begitu-begitu saja, bersoal hal-hal yang sama, berperan pun untuk lakon yang serupa.

Mereka sebenarnya pernah beroleh kesempatan. Entah mengapa, saat ini mereka masih ngotot mencari kesempatan yang tadinya justru disia-siakan. Mereka nekat memacu kuda meski seyogianya mereka sadari bahwa mereka tidak berpelana seukuran pantat mereka, dan tali kendali mereka hanyalah sejuntai benang kusut yang basah. Padahal kalimat bersayap sebegitu sederhananya, “ Siapa menabur angin, ia akan menuai badai.”

Atau memang kita sudah sangat American Style, amat Americaminded ? Sehingga kawan-kawan kita tadi sudah mulai latah meniru si Bush muda yang senantiasa memaksa orang mendengar kata-katanya, sementara telinganya sendiri justru tidak mendengar apa-apa? THERIQA 040905

*** PETIKAN FILM ID-4 (INDEPENDENCE DAY) KARYA SUTRADARA ROLAND EMMERICH

27.12.07

Bosan Hidup


Jika engkau inginkan kicau burung sepanjang hari
kenapa tidak kau tautkan setangkai ranting hijau di dalam hati...

Seorang pria mendatangi Seorang Master. "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."

Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit."
"Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.

Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini ? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." Demikian sang Master menyarankan.
"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." pria itu menolak tawaran sang guru.
"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"

"Ya, memang saya sudah bosan hidup."

"Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai ! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget.

Sebelum tidur, ia mencium kening istrinya dan membisiki di kupingnya, "Sayang, aku mencintaimu." Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya ?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu."

Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya ?

Ia mendatangi sang Master lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Master langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Master, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya.

Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu hidup.

Hidup bukanlah merupakan suatu beban yang harus dipikul tapi merupakan suatu anugrah untuk dinikmati. 271208 TULISAN INI MERUPAKAN KUTIPAN DARI SEBUAH EMAIL MANIS YANG BARUSAN DIKIRIM OLEH SAHABATJIWAKU, RINA FARIA, YANG SAAT INI MASIH SIBUK DENGAN PEKERJAANNYA DI KANTOR, SEMANTARA SEBAGIAN BESAR DARI KITA SUDAH LENGGANGKANGKUNG MENGHIRUP UDARA LIBURAN AKHIR TAHUN.

22.12.07

Ibu


Hari ini, 79 tahun yang lalu, dua purnama setelah Kongres Pemuda yang melahirkan Soempa Pemoeda, bertempat di Ngayogyakarta Hadiningrat, berlangsung pula Kongres Perempoean. Untuk mengenang apa yang dilakukan kaum ibu nusantara dalam membingkai pergerakan menuju Indonesia Merdeka yang berlangsung tiga hari itu, ditetapkanlah setiap tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Namun apakah kemuliaan kaum ibu hanya bermakna tatkala mereka mampu secara historik dan patriotik melaksanakan kongres sebagai bagian dari sebuah pergerakan nasional? Harus jujur diakui, nyatanya tidak. Baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri, kaum ibu merupakan soko utama setiap generasi yang mengisi keberadaban pertiwi. Namun sayangnya, peran mahamulia seperti itu, kerap terabaikan, acap kali termarginalkan.

Lihatlah betapa menumpuknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), jika kasus tersebut dilaporkan dan mengemuka, tak jarang yang terancam pidana justru perempuannya. Pelecehan dan perundungan seksual, perdagangan perempuan dan berbagai penistaan lain, masih menu santapan utama mereka.

Secara simbolik, agama sudah mengajarkan betapa penting peran ibu dalam keluarga. Surga terletak di telapak kaki ibu. Sayangnya, oleh kaum lelaki, sabda tersebut sering diplesetkan menjadi: surga ada di antara kaki ibu.

Peran kaum perempuan Indonesia, tidak hanya berhenti pada pola tradisional yang mengharuskan mereka hanya mengurus anak dan dapur semata. Kemandirian kaum perempuan Indonesia sudah terbata dalam sejarah. Mereka juga menjadi pilar utama rumah tangga tatkala kaum lelaki patah arang dan tersangkut masalah.

Jika kita berkesempatan berkeliling nusantara, kunjungi pula pusat-pusat kegiatan ekonomi yang ada, maka akan kita temui lebih dari sepertiga pelakunya adalah kaum ibu.

Beberapa saat yang lalu, saya beroleh satu kiriman kisah pendek yang mengharu-birukan perasaan, berikut petikannya:

Ini adalah mengenai Nilai kasih Ibu dari seorang anak yang mendapatkan ibunya sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia menghulurkan sekeping kertas yang bertulis sesuatu. Si ibu segera membersihkan tangan dan lalu menerima kertas yang dihulurkan oleh si anak dan membacanya.

Ongkos upah membantu ibu:
Membantu Pergi Ke Warung: Rp20.000
Menjaga adik Rp20.000
Membuang sampah Rp5.000
Membereskan Tempat Tidur Rp10.000
Menyiram bunga Rp15.000
Menyapu Halaman Rp15.000
Jumlah : Rp85.000

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak yang raut mukanya berbinar-binar. Si ibu mengambil pena dan menulis sesuatu dibelakang kertas yang sama.

Ongkos mengandungmu selama 9bulan- GRATIS
Ongkos berjaga malam karena menjagamu -GRATIS
Ongkos air mata yang menetes karenamu -GRATIS
Ongkos khawatir kerana selalu memikirkan keadaanmu -GRATIS
Ongkos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu -GRATIS
Jumlah keseluruhan nilai kasihku - GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anak menatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, "Saya Sayang Ibu".

Kemudian si anak mengambil pena dan menulis sesuatu didepan surat yang ditulisnya: "Telah Dibayar".

Demikianlah petikan surat elektronik yang saya terima, meski itu bukan kisah baru, karena sudah pernah saya muat dalam Koran Anak Sekolah: BintangPelajar, saya selalu tertunduk saat membacanya kembali.

Tidakkah kisah tadi menginsipasi kita akan kemuliaan kasih seorang ibu yang kadang kita abaikan?

Mari untuk menyelamati ibu-ibu kita terkasih pada hari yang berbahagia ini, kita lantunkan beberapa lirik dan menyenandungkannya dengan mesra kepada mereka:


KASIH IBU
Ciptaan: NN

Kasih Ibu
Kepada Beta
Tak Terhingga Sepanjang Masa
Hanya Memberi
Tak Harap Kembali
Bagai Sang Surya Menyinari Dunia


BUNDA PIARA
Ciptaan: Bing Slamet

Bila Ku Ingat Lelah Ayah Bunda,
Bunda piara-piara akan Daku
Sehingga Daku Besarlah

Waktu Ku kecil Hidupku Alangkah Senang
senang dipangku-dipangku di pelukan
serta dicium-dicium dimanjakan
Namanya Kesayangan...


IBU
Ciptaan: Iwan Fals

Ribuan kilo jarak yang kau tempuh
lewati rintang demi aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
walau tapak kaki penuh darah penuh nanah

Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak sanggup ku membalas, Ibu.

Ingin ku dekat dan menangis di pangkuanmu
sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
dengan apa ku membalas, Ibu

Kalau saja, kita masih sering mendendangkan ketiga lagu di atas, atau mengajarkannya kepada anak-anak kita dan bukannya lagu sms atau kucing garong, sepertinya masih akan ada kedamaian dan kesejukan di lorong rumah kita.

Sayangnya, Hari Ibu cuma ada sehari. Yang 364 hari lainnya adalah hari-harinya kaum lelaki. BATMAN 221207


21.12.07

Pergilah 2007, Datanglah 2008

"KUPU-KUPU YANG LUCU

KEMANA ENGKAU TERBANG
TIDAKKAH SAYAPMU
MERASA LELAH ?"

Tak berasa 2007 segera berhujung. Sebentar lagi bakal semarak terlihat pinus dan cemara baik yang beneran maupun hanya sekadar imitasi bertebaran di pelbagai pusat keramaian. Lagu-lagu yang hanya berkumandang setahun sekali, terdengar lagi. Tak terkecuali, Auld Lang Syne.
Setiap tahun, semakin kemari, segala sesuatunya terasa semakin tak pasti, selain bahwa ia akan diakhiri pada 31 Desember dan dimulai pada 1 Januari. Sekeliling kita pun. Kemarin-kemarin kita masih pasti akan terkekeh melihat penampilan Agus Basuki. Saat ini jikapun masih ada infotainment yang menayangkannya, yang ada di hati kita adalah keprihatinan, kesedihan dan kehilangan yang mendalam. Apapun yang dulu diucapkannya yang membuat kita sumringah, jika terdengar lagi saat ini hanya akan membuat kita mengurut dada, bahwa satu ketika, kita pun akan mengalami apa yang ia alami.
Ya. Saban orang mungkin saja mengalami apa yang orang lain alami. Tapi, apakah setiap hati juga bisa merasakan apa yang orang lain rasakan?

>>>^<<<

Tiga malam ini -- sebenarnya saya tidak pernah merasa bedanya malam maupun siang, kecuali jika sudah bisa mengirim sms gratis di atas pukul 22.00 -- saya sangat sibuk dengan sms yang masuk dan keluar. Saya data, sekitar 1200-an sms yang datang untuk berucap Selamat Idul Adha, lengkap dengan berbagai bumbu penyertanya. Belakangan saingan saya semakin banyak, hampir setiap orang sudah fasih mengirim ucapan selamat (ber-apa saja) dengan kata-kata yang manis puitis dan atau pantun yang jenaka.

Untung ada sms, gratis (!) pula. Kalau masih seperti tempo dulu harus ngejawab dan ngirim dengan kartu pos, kartu nyentrik, surat atau telegram, berapa dana yang harus ngucur.

Tapi sungguh, tiga malam ini saya merasa bahagia. Bukan hanya para handaitaulan dan sahabat-sahabat jiwa di sekitar saja yang mengirim salam, bahkan yang jauh di negeri seberang dan yang baru menunaikan wuquf di Arafah pun tak ketinggalan. Ucapan salam, betapapun bersahajanya, telah membuktikan bahwa kita masih diingat dan lantas akan mengingat sesiapa itu, meneruskan tali silaturahim. Dan untuk kebahagiaan yang sangat seperti itu, sungguh jari pegal maupun dana bukanlah penghalang.

>>>^<<<

Bukan juga penghalang, jika jarak yang memisahkan suatu tempo mendadak harus diperdekat. Bersamaan dengan saat saya menyaksikan kambing dan sapi disembelih, ada khabar salah seorang keponakan saya sedang melangsungkan pernikahan.

Kebahagiaan yang paripurna. Meski juga terselip kecut rasa, bahwa di waktu yang sama, saya sedang tidak dalam kapasitas bisa memperpendek jarak. Jadinya hanya restu dan doa saja yang mewakili saya untuk menjemput hari bahagia Ananda Maryo dan mempelainya.

>>>^<<<

Doa dan restu juga yang senantiasa kita harapkan dalam memulai sesuatu. Pun termasuk tahun yang menjelang. Doa demi tercapainya harapan dan restu demi proses pencapaiannya.

Sama dengan yang hendak berangkat dalam kancah pilkada. Doa dan restu tentu menjadi domain utama. Karena, sebagaimana awal tulisan ini sudah menyebutkan, ketidakpastian semakin akrab dengan keseharian kita. Tidak pasti bahwa yang sudah banyak janji bisa menepatinya. Tidak pasti yang sudah mengeluarkan dana banyak bisa membeli simpati pemilih. Tidak pasti juga yang tampang alim pasti kelakuannya benar. Tapi yang paling heboh, karena setahun yang lalu belum masuk kategori, mulai 2007 ternyata tidak pasti incumbent bakal memenangi pilkada.

Untuk menunjuk, mempercayai seseorang sebagai junjungan kita, memang tidak ada kata main-main, coba-coba. Kita harus memastikan dengan segala kepastian, siapa yang layak kita sampiri kepercayaan untuk menerima doa dan restu kita, menerima anugrah wahyu keprabon, tapi juga sekaligus tanggungjawab dan amanat kita.

>>>^<<<

Kepemimpinan memang tidak bisa lahir secara instan. Meski oleh Sang Pencipta, sesungguhnya ia telah dipersiapkan. Tapi ia toh harus tetap melalui proses.

Nabi Ibrahim as. kesetiaannya tetap saja diuji, meski terbukti bahwa ia memang nabi yang setia. Setelah mendapatkan anugerah seorang putra, Allah swt meminta kembali anak tersebut. Betapa hebatnya goncangan dalam hati Ibrahim. Namun cintanya pada Sang Khalik mengalahkan segala egoisme dan prasangkanya. Keimanan dan ketaatan Ibrahim as, keikhlasan dan ketaqwaan Ismail as, sungguh masih sangat relevan untuk menginspirasi hidup dan kehidupan kita untuk semakin cinta pada Allah dan sesama.

Selang sepekan, hal yang sama juga akan dijumpai oleh kaum Kristiani. Seorang anak manusia yang sudah Tuhan siapkan sebagai raja, nyatanya lahir dalam kesahajaan, di palungan berteman ternak dan beralaskan jerami. Terpisah dari keramaian dan hanya diselimuti keheningan ambang malam. Yesus Kristus (Isa Almasih) pun menjalani proses itu. Bukan hanya dicoba oleh iblis, tapi justru Ia pun harus mengalami penistaan dari manusia, makhluk yang sesungguhnya akan Ia selamatkan. Kemaharajaannya pun diperolok dengan sebuah mahkota yang dirangkai dari belukar duri.

Tidak penting, melihat sebuah keteladanan dari sudut yang mana. Pun demikian halnya dengan kepemimpinan. Keteladanan dalam kepemimpinan akan tetap menjadi permata zaman meski mungkin awal-mulanya ia disangkalkan.

>>>^<<<

Demikian tahun demi tahun datang dan berlalu. Bukan sebuah ritual jika kita tergerak untuk menjalani pergantiannya dengan segala macam bentuk aktivitas. Ia tidak akan menjadi haram karena memang tidak dilarang. Pun tidak lantas menjadi wajib, karena memang tidak pernah di sunnah-kan.

Saat lonceng gereja natal berhenti bertalu, maka sangkakala tahun baru akan menyeruak segala penjuru. Auld Lang Syne, mungkin masih terdengar merdu dan menghadirkan haru. Menyempatkan rasa sesak menyela di dada, menghadirkan bening menenggelamkan air mata. Ada kesunyian menyapa di tengah gegap gempita. Ada kerinduan absurd tiba, entah terhadap siapa, entah kepada apa.

Namun, semua itu acap cuma sejenak. Seiring dengan berlalunya Auld Lang Syne, tatkala countdown telah mampir pada hitungan nol, tatkala lampu kembali benderang, tatkala terompet kembali mendentang, tatkala kembang api memecah angkasa, tatkala itu segala suka cita kembali menjelma, meninggalkan ketidakpastian yang tetap menganga dan terpentang di tahun yang menjelang.
Ada doa yang tak pernah usai kupanjatkan, ada restu yang tak kunjung selesai kuhamparkan. Aku tak merasa lelah untuk itu, karena kupu-kupu seperti dalam nyanyian yang sangat disukai Radhva, sang Batman Junior pun tak pernah lelah. Semua itu adalah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan orang-orang yang tercinta, para handaitaulan, sahabat-sahabat jiwa, serta sekalian anak-anak bangsa.
Silakan Datang Tahun 2008. Semoga segalanya menjadi lebih baik ke depan. THERIQA 211207

18.12.07

Hebat.Hormat.Hemat

“ Di tengah belantara, harimau terkapar kelaparan
Daging kijang disantap serigala-serigala
Seorang hamba
Terkadang tidur berselimut sutra
Berdarah ningrat namun beralaskan tanah…”
1)


BELAKANGAN ini makin banyak saja bukti bahwa kita ini bangsa yang hebat. Dalam perkara apapun. Coba lihat anak-anak bangsa yang berangkat ke First Step to Nobel Prize in Physics. Dua medali emas disabet siswi dari Semarang dan Papua. Di Olympiade Fisika, lagi-lagi dua medali emas berhasil di boyong anak-anak kita, ditambah bonus tiga perunggu pula. Remaja lainnya berangkat ke Puerto Riko untuk melumat pasukan tuan rumah sehingga Tim Fed Cup Indonesia bertahan di Grup II Dunia. Tiga remaja putra juga berangkat ke Eropa untuk meningkatkan elo-rating, sehingga catur Indonesia kelak akan dikenal bukan melalui seorang Utut Adianto melulu.


Ahad pagi tempo hari, sepanjang Thamrin-Sudirman sekonyong-konyong mewujud menjadi ratusan lapangan bulutangkis. Berjejar panjang berlaksa pemain bulutangkis baik yang profesional, amatiran maupun kagetan. Dan rupa-rupanya, negeri kita memang sedang nge-tren ‘kehebatan’ yang bentuknya panjang memanjang.

Dua belas tahun yang lampau, entah berapa miliar rupiah yang dihabiskan untuk menjadikan bangsa ini punya budaya antre lewat program Gerakan Disiplin Nasional. Tapi dua minggu terakhir, tanpa ber-nomenklatur di APBN pun masyarakat kita menjadi begitu akrab dengan kebiasaan antre tadi. Nyaris di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum, SPBU, di segala peloksok tanah air bisa dijumpai antrean kendaraan roda dua, roda tiga, roda empat hingga roda belasan, termasuk di dalamnya deretan derigen.

Awal pekan ini antrean marak terjadi di berbagai lokasi penerimaan siswa baru, yang seolah merupakan lanjutan antrean penghujung pekan lalu, saat beribu kendaraan berbaris rapi menuju Kota Hujan untuk berucap selamat bagi anggota keluarga baru. Dan sebentar lagi kita segera akan menyaksikan antrean Bapak Ibu Anggota Dewan yang terHormat di imigrasi sebagai tindak lanjut program ‘Studi Banding’ DPR RI ke beberapa negara di Asia, sekalian untuk memanfaatkan gaji ke-13 dan kenaikan gaji mereka, tentunya.

Padahal, kalau saja ada sedikit kepekaan nurani, tentunya apa yang dicontohkan SBY bisa dipanuti. Demi mengatasi persoalan kelangkaan BBM dan defisit APBN, SBY menunda lawatan ke RRC yang sudah terjadwal sejak lama. Bahkan, belakangan beliau yang senantiasa necis dengan stelan jas lengkap, mulai membiasakan diri dengan batik lengan pendek. Dan, air mancur di Medan Merdeka Utara yang selama ini menjadi indikator keberadaan Kepala Negara di Istana, tak lagi difungsikan. SBY tak hanya sekadar mengeluarkan instruksi, ia telah memberi contoh. Jika kelangkaan BBM dan persoalan pendidikan kerap disorot sebagai bukti kelemahan pemerintahan SBY, maka langkah keteladanan tadi seharusnya boleh dianggap sebagai kelebihannya.


>>>^<<<


AIR mancur di Monas akan menari mengikuti alunan irama musik, akan segera dioperasikan akhir bulan ini setelah rampung renovasi yang menelan miliaran rupiah. Kendaraan umum sejenis angkot di DKI Jakarta tidak lagi sumpek karena armadanya kini telah diperlengkapi dengan AC. Sementara itu, pada akhir pekan, semua kendaraan hanya akan terisi dengan Pertamax yang harganya nyaris dua kali lipat premium yang tidak dijual Sabtu dan Ahad di Ibukota.
Penghematan, sebagaimana yang diakui Kepala Negara, memang mengandung konsekuensi berkurangnya kenyamanan. Padahal kenyamanan itu adalah indikasi kesejahteraan. Dan kesejahteraan adalah sasaran utama perjuangan dan pembangunan. Kesejahteraan adalah janji-janji yang paling dominan yang digelontorkan oleh semua kontestan di semua ajang kompetisi kekuasaan. Dan, kesejahteraan pulalah yang akhirnya duluan tercerabut dalam pencapaian kerja siapapun yang memenangi ajang tersebut.
Kita sama-sama akan segera menjadi saksi, apakah Bang Yos benar akan mengoperasikan air mancur yang dibuat karena sirik–nya kita terhadap muncratnya air di pelataran Menara Kembar Petronas Malaysia nan indah mempesona itu, atau membiarkan dana miliaran terbuang percuma demi penghematan. Karena, menindaklanjuti Inpres, Bang Yos sudah terlanjur mengancam akan menjatuhkan punishment bagi siapapun yang tidak melaksanakannya. Jika air mancur Istana saja dipadamkan, apa iya air mancur lainnya bakal berani dinyalakan ?


>>>^<<<


MASYARAKAT kita, memang hebat. Sudah belasan tahun disuruh mengencangkan ikat pinggang, masih juga diinstruksikan berhemat. Masyarakat kita pun ho-oh saja, ketika sudah capek-capek antre mendaftarkan anaknya, dimintai dana padahal mereka sudah dijanjikan pendidikan gratis sebagai imbas keikhlasan mereka saat harga BBM dinaikkan Maret lalu.
Tentu saja masyarakat kita hebat, karena mereka bagian dari sebuah bangsa yang hebat. Bangsa yang anggota OPEC (organisasi negara peng-ekspor minyak) nan disegani, yang memiliki kuota produksi dan ekspor urutan teratas di luar negara-negara teluk, yang telah memakmurkan sekian negeri yang memiliki konsesi dan kerja sama dengan Pertamina, tapi rakyatnya harus menerima kenyataan susah beroleh minyak. Bangsa yang memiliki Pertamina yang merugi ketika harga minyak dunia merosot, dan tetap merugi saat minyak di pasaran dunia meroket.
Bangsa yang hebat, karena anak-anak bangsanya tetap bisa bersekolah gratis yang mahal, meski bapaknya `cuma penjual sapu lidi, peniti, atau pakaian dalam bekas yang diimpor berkodi-kodi dari negara yang membangun pabrik dan konveksinya di sini. THERIQA 120705

1) - Mawa’idh Imam Syafi’i
2) - Entah kenapa aku merasa situasi kita belum beranjak dari kondisi yang sama dua tahun yang lalu, maka aku tampilkan kembali tulisan yang pernah dimuat MediaTangerang 12 Juli 2005 ini.

14.12.07

Obat Mujarab Itu Bernama Tertawa



Terinspirasi oleh Maestro Tertawa Indonesia, Basuki

Meskipun hanya sesaat, tertawa itu menyehatkan, Tertawa itu dapat membangkitkan kesenangan dan ketenangan jiwa. Jika Anda dapat dengan mudah tertawa, Anda adalah orang yang sangat beruntung, seberuntung anak-anak yang mendapat hadiah coklat ketika dapat menjawab sebuah pertanyaan. Tertawa yang paling tulus, enak didengar dan tanpa muatan macam-macam adalah tertawa kanak-kanak.; karena tertawa mereka adalah tertawa yang tidak dipaksakan. Saya menjadi percaya bahwa laughter is the best medicine.

Setelah tertawa lebar-lebar dan sepenuh hati, ternyata badan terasa segar, seperti ada aliran hangat di sekujur badan. Konon, tertawa selama 5 sampai 10 menit dapat merangsang kelenjar endorfin (penghilang rasa sakit dalam tubuh). Endorfin, serotonin dan melatonin dapat menimbulkan perasaan senang dan tenang. Di negara maju, katanya, ada semacam klinik tertawa untuk orang-orang yang mempunyai tendensi depresi dan stress.


Pada hakekatnya, merengut memang lebih mudah ketimbang tertawa. Menurut The Power of Laugh, tertawa memerlukan kerja 8 syaraf sedangkan merengut hanya 3 syaraf (!). Tentu saja membuat orang tertawa pastilah lebih susah ketimbang membuat orang merengut. Saya cukup bilang 'gila lu' untuk membuat orang merengut atau bahkan marah dan melempar asbak.

Saya harus berterima kasih kepada orang-orang yang bisa mempekerjakan 3 urat syaraf saya sehingga saya bisa tertawa. Mulai Ludruk RRI, Goro-goro Ki Manteb, Funniest Home Video, Xtravaganza, OB, Mr. Bean, Jim Carey, dan tentu saja…Basuki. Mereka adalah orang-orang yang dapat mengencangkan otot perut saya karena saya bisa tertawa. Bisa hahaha, hehehe atau hihihi.

Akhirnya, tertawalah selagi bisa. SOEMARMO/TGC 141207

13.12.07

Condeleren, Mas Bas.



Mungkin Tuhan sedang kesepian. Satu demi satu putra terbaik negeri ini dipanggil pulang untuk menghiburNya. Mungkin Tuhan memang sedang kesepian. Karena kita kerap lalai untuk menyenangkanNya.

Tadi malam, 12 Desember 2007, pukul 20.45 -- saya beroleh kabar dari teman-teman selebritas dan pelawak bahwa salah satu komedian yang paling saya sayangi telah berpulang ke Rahmatullah. Itu terjadi tatkala ia terkulai saat bermain futsal, sewaktu dalam perjalanan menuju rumah sakit Meilia - Cibubur, ia menghembuskan nafasnya yang penghabisan.

Handaitaulan, sahabat dan masyarakat yang mendengar kabar tersebut berbondong menuju ke kediamannya di Jalan Tampaksiring XI Blok P6, No. 1, Graha Cinere. Wajah duka dan kehilangan tampak mewarnai para pelayat. Tadi sebelum dzuhur, Mas Bas dihantar menuju ke peristirahatan terakhirnya di Kampung Kandang, Jagakarsa.

Basuki lahir di Solo, 5 Maret 1956 adalah komedian yang cerdas dan tangguh. Komedian yang berwajah serius. Putra pelawak Pete ini dibesarkan oleh Srimulat, namun tatkala Srimulat dan para anggotanya tenggelam, Basuki tetap timbul. Bersama Timbul dan Kadir, ia sempat membentuk Batik. Usia Grup Batik memang tidak lama, tapi Basuki meneruskannya dalam bentuk usaha yang berhasil dikelolanya hingga akhir hayat. Usaha perkulakan kain dan busana batik, sebagaimana yang ia lakoni dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan, ia geluti bersama sang istri hingga akhir hayatnya.

Di saat Srimulat karam dan para anggotanya terkapar, Basuki masuk ke dunia bisnis furnitur. Mebel ukir dan jati dari Jepara ia akrabri. Belakangan, selain tetap laris sebagai bintang iklan, ia juga membuka beberapa cabang waralaba minimarket.

Mas Bas, sang Mas Karyo, telah tiada. Salah satu filmnya berjudul Bendi Ajaib yang menunjukkan kemampuan aktingnya, adalah sebuah kenangan bagi ketiga anak dan seorang cucunya. Rayuannya terhadap Atun, perseteruannya dengan Mandra dan berbagai ucapan khasnya di iklan, kini menjadi monumen abadi bahwa negeri ini pernah memiliki seorang komedian yang cerdas dan gigih.

Top Markotop, Good Marsogut.... dan wes-ewes-ewes, semilir angin yang lembut turut mengantar perjalanannya. Semoga Tuhan terhibur dengan kehadiranmu di sisiNya, mas. (tulisan tentang Basuki selengkapnya bisa dibuka di www.andretheriqa.multiply.com) ANDRETHERIQA 131207


10.12.07

FESTIVAL SEPEDA RAME-RAME dan JOGGING SEHAT

Menapaki penghujung 2007, Masyarakat Olahraga Kabupaten Tangerang, menggelar satu perhelatan kolosal yang bertajuk Festival Bersepeda Rame-Rame dan Jogging Sehat. Berlokasi di area MardiGrass, samping SportClub CitraRaya, Panongan, agenda tersebut dimaksudkan sebagai tribute masyarakat olahraga atas kepemimpinan Bupati Tangerang, H. Ismet Iskandar, HUT ke-64 Kabupaten Tangerang, HUT ke-13 Perumahan CitraRaya / PT. Ciputra Residence, HUT PGRI, Hari Kesehatan Nasional dan Kesiapan masyarakat olahraga dalam menyongsong dan mensukseskan Pilkada 2008.

Pada Ahad, 9 Desember pagi itu, tepat pada pukul 07.00, H. Ismet Iskandar mengibarkan bendera start melepas 7.928 peserta Jogging Sehat dan pada pukul 07.30, Bupati Tangerang yang gagah ini mengibarkan bendera start untuk 4.121 peserta Sepeda Rame-Rame.

Para peserta yang ambil bagian dalam perhelatan kolosal ini, datang dari 34 kecamatan. Sebagian besar di antaranya adalah anggota komunitas yang sudah eksis di daerah ini. Kegembiraan yang terpancar dari para peserta semenjak kedatangan mereka di lokasi Festival, semakin sumringah saat mereka memasuki garis finish yang langsung disambut oleh panggung hiburan yang menampilkan para komedian ibukota dan musik yang merayu setiap tubuh untuk bergoyang.

Sejumlah hadiah dibagikan sebagai lucky-draw, dengan total 20 juta rupiah. Lebih dari 50 item hadiah seperti setrika, dispenser, mixer, oven toaster, sepeda, kulkas dan televisi Toshiba 21 inc diterima dengan penuh sukacita oleh peserta yang cabikan tiketnya terambil oleh panitia.

Hadir dalam kesempatan ini dan turut mengambilkan undian: Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, H. Achmad Suwandi; Kabid Pemuda dan Olahraga, H. Komarudin; Ketua Harian KONI, H. Satim Sofyan; Camat Cikupa, H. Uyung Mulyadi; Camat Panongan, Ari Novi Purnama; Kapolsek Cikupa; Kapolsek Panongan; Danramil Cikupa; para pimpinan cabang olahraga dan pengurus teras KONI Kab. Tangerang; para pimpinan stakeholdres yang tergabung dalam Tangerang Ungu Gemilang dan Pena Ungu serta Posko-Posko ISRA se-Kabupaten Tangerang.

Penggagas dan pengarah agenda ini, Andre Theriqa dan didampingi Ketua Panitia, H. Arsyaad Hessein serta Sekretaris Zaidan Jauhari, pada kesempatan penyerahan hadiah, menyampaikan ungkapan kebanggaan dan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dari awal hingga suksesnya penyelenggaraan event tersebut, di antaranya kepada: Pemkab Tangerang, Ketua Penggerak PKK, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, KONI, Camat Cikupa, Camat Panongan, Camat Curug, PT. Ciputra Residence, Nestle Indonesia, Kapolres, Kapolsek Cikupa, Kapolsek Panongan, Danramil Cikupa, AMPI, Baladewa Group, SemburatJingga, Pena Ungu, Tangerang Ungu Gemilang, Bridge Tangerang, GMC, Tangerang Tribune, Percetakan Annam, Gudeg Kota Seni, Toko Sepeda Kita, Carrefour, Klub Bersepeda Rame-Rame dan para peserta yang tak tersebutkan satu persatu di sini.

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju agenda lain di Pasar Kemis, H. Ismet Iskandar menyambut gembira agenda ini dan mengingatkan agar agenda ini jangan hanya berlangsung satu kali, "Jika mungkin, diselenggarakan setiap bulan sekali." ujar Bupati yang disambut gegap gempita peserta. Lebih lanjut Bupati berpesan, "Saya menyambut baik setiap agenda yang bertujuan positif, apalagi yang berkenaan dengan pendidikan dan kesehatan. Bersepeda dan Jogging adalah olaharaga yang sederhana dan murah, namun memberikan kontribusi yang luar biasa, bukan hanya bagi kesehatan badan, tapi juga bagi kesehatan perekomian dan keuangan bangsa."

Dalam menyongsong Pilkada 2008, H. Ismet Iskandar menghimbau agar segenap elemen masyarakat turut berperan aktif untuk mensukseskan dan pengamankannya. Pilihlah pemimpin yang dinilai paling pantas dan mampu untuk memimpin, dan apapun hasilnya harus diterima dengan lapang dada dan penuh dengan tanggungjawab. SEKRETARIAT PANPEL 091207

6.12.07

Akan Ada Gempa 8,5 dsr pada 23 Desember 2007?

Badan Meteorogi dan Geofisika (BMG) Bengkulu menilai prediksi akan terjadi gempa 8,5 SR pada 23 Desember 2007 seperti disampaikan pengamat gempa dari Brazil Prof. Jucelino Nobrega da Luz tidak benar. Karena itu masyarakat diminta tidak terpengaruh dan tak mempercayainya.
"Sampai saat ini belum ada satu orang pun yang bisa memastikan akan terjadi gempa, baik kekuatan, lokasi maupun waktu terjadinya, karena itu apa yang disampaikan itu tidak bisa dipercaya," kata Koordiantor BMG Bengkulu Adjat Sudrajat di Bengkulu, Jumat.

Adjat juga mengatakan, hingga saat ini belum ada tekonologi atau ilmu pengetahuan yang bisa memprediksi terjadinya gempa bumi secara pasti. Ia juga mengaku, sampai sekarang BMG ataupun pihak peneliti gempa dari Indonesia tak ada yang menyampaikan akan terjadi gempa bumi besar di Bengkulu ataupun di wilayah lainnya khususnya di Sumatera.

Untuk itu, ia berharap agar masyarakat tidak percaya tapi tetap meningkatkan kewaspadaan, bukan karena akan terjadinya gempa bumi besar namun karena memang Bengkulu merupakan daerah paling rawan bencana khususnya gempa.

Ia mengaku telah menerima pemberitahuan kemungkinan adanya bencana besar itu dari Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) dalam bentuk salinan faksimili surat dari Jucelino ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Brazil. Prof Jucelino mengirim surat prediksi gempa besar ke KBRI di Brazil yang kemudian oleh pihak KBRI diteruskan ke Bakornas PB. Bakornas PB kemudian meneruskan ke Pemprov Bengkulu.

Dalam suratnya itu, Jucelino memperkirakan akan terjadi gempa besar berkekuatan 8,5 SR di wilayah Sumatera pada 23 Desember 2007, tapi tidak menyebutkan secara pasti lokasi bencana itu.

Prof Jucelino sebenarnya bukan kali ini saja memperingatkan akan adanya gempa besar. Sebelumnya pada 1998 ia telah mengirimkan surat tentang akan adanya tsunami besar di Indonesia pada 2004, yang kemudian terbukti terjadi di Aceh dan sekitarnya.

Pengamat gempa dari Brazil itu juga pernah mengirim surat pada 2006 yang berisi prediksi terjadinya gempa berkekuatan 8,4 SR di Bengkulu pada September 2007. Ternyata memang terjadi gempa bumi berkekuatan 7,9 SR di Bengkulu pada 12 September 2007. ANTARA

5.12.07

JALESVEVA JAYAMAHE

“... tjoema koewatir dihari kemoedian orang tida mengetahoei ma’soed dan toedjoehan ini, maka perloe dioekir ini Batoebor sekadar menerangken kami poenja berdaja bisa terkaboel katoeroetan, dan itoe ada dapet sawab, dan memanglah begitoe adanja.” ***

COBA Anda pejamkan mata sejenak. Bayangkan Anda seolah hidup di jaman Majapahit. Saat Anda sedang memandang ke laut lepas dari tempat Anda berdiri memaku di daerah Tanjung Burung di muara Cisadane, perlahan tampak oleh Anda sejumlah titik hitam nun di kaki langit. Kian Anda tatap, titik-titik itu kian membesar dan kian mendekat. Sejurus kemudian, Anda sadar bahwa sekelompok kapal yang aneh bentuknya sedang bergerak ke garis pantai, di mana kaki Anda masih mencengkeram pasirnya.
Karena takjub, tanpa sadar Anda tetap terpaku hingga para kapal melempar sauh. Lantas beberapa sekoci diturunkan dan merayapi gelombang kecil menyisir kuala menuju Anda. Dalam hitungan sejurus saja, telah berdiri di hadapan Anda, seorang yang tinggi besar, berbaju sayap dengan sulaman naga, beralis tegak mata sipit dan berjenggot prisma. Kulitnya halus kuning seperti belerang, menyungging senyum di ujung hidung seruncing pedang. Belum sempat Anda terkesiap, ia pun melempar sapa, “ Haiya..., Assalamu’alaikum Walamatullahi Wabalakatuh...”

Bagaimana kira-kira reaksi Anda ? Adakah Anda akan serta merta menjawab sapa tersebut atau memilih kabur atau merasa lebih baik untuk semaput ?
Dan seperti itulah yang kira-kira terjadi di kota bandar yang sempat menjadi tempat bersandar sang Laksamana Cheng Ho, terutama di Semarang tepat 600 tahun silam.
>>>^<<<

NENEK moyang penduduk Nusantara, menurut sejarah sebagaimana yang ditulis sejak jaman Belanda dan tetap dipercaya hingga saat ini, berasal dari Yunnan. Yunnan sendiri merupakan wilayah yang sejak jaman dinasti hingga saat ini, masuk teritorial Cina. Meski ada beberapa buku pelajaran SD-SMP dahulu, yang mungkin karena penulisnya rada alergi dengan Cina, menyebut Yunnan ada di wilayah perbatasan Vietnam dan Kamboja.

Jika nenek moyang orang di Nusantara ini, sama dengan nenek moyang Si Laksamana, mengapa kita masih saja harus terheran-heran jika ada orang yang punya mata sipit, kulit pucat, hidung runcing, yang memeluk agama Islam ? Atau sebaliknya, mengapa bagi orang-orang Cina jika ada dari golongan mereka yang memeluk agama Islam sering dipandang seakan-akan orang tersebut adalah pengkhianat besar ? Atau, jika ada mubalikh atau da’i yang berdarah Cina lantas kita perlakukan seolah-olah seorang pahlawan yang harus dimanja-manja ?

Semua itu terjadi akibat dimensi masa yang tersekat kultur yang tercipta akibat kebijakan politis. Bagi kita, RRC itu negara komunis. Bagi kita, negara komunis itu penduduknya kudu atheis. Sedangkan bagi orang Indonesia yang berdarah Cina, terpersepsi bahwa orang pribumi itu kudu Islam. Kebijakan Orde Baru yang alergi dengan segala sesuatu yang berbau Cina, pun dianggap sebagai perintah Islam. Sehingga jika ada yang mualaf, maka ia dianggap menyeberang ke kubu lawan.

Kesan itu pun belum total hilang hingga di masa sekarang, yang semenjak Gus Dur menjadi Presiden, akses bagi kegiatan dan kebudayaan Cina telah direhabilitasi. Contoh kental kasus ini diperlihatkan dan acap justru menjadi ‘senjata’ yang teramat dibanggakan oleh seorang da’i kondang asal Cirebon yang wajahnya mirip-mirip dengan Anton Medan. “ Kaca bukan sembarang kaca, kaca ini seindah pualam. Cina bukan sembarang cina, cina yang ini sudah masuk Islam.”

Nah, kalau Anda masih terbengong-bengong melihat si da’i yang sesekali keluar bahasa totoknya itu dan menjadi takjub olehnya, maka Anda sesungguhnya tak beranjak dari Tanjung Burung di kurun 600 tahun yang lalu.

>>>^<<<

CINA atau Tiongkok saat kita merasa perlu lebih mesra, menurut data Kantor Pemberitaan Dewan Negara RRC tahun 1991 memiliki sekitar 28 juta penduduk muslim dari 1,4 miliar total penduduknya. Saat ini, jumlah tersebut pastilah sudah bertambah banyak. Dari 50-an suku di sana, terdapat 10 suku yang memeluk Islam, yaitu: Hui, Uigur, Kazak, Tatar, Tajik, Uzbek, Kirgiz, Tungziang, Zala dan Pawan.

Bahkan menurut Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo, dalam cerita silat terbitan CV. Gema – Solo, di dalam salah satu karyanya yang berjudul Istana Pulau Es, disebutkan bahwa mayoritas orang yang bermarga Suma itu beragama Islam.

Islam masuk ke Cina, menurut kitab sejarah Ta Shi, Ziu Tsang Shu, dibawa oleh utusan Khalifah Uthaman ‘b Affan (557-656). Para utusan itu diterima dengan penuh persahabatan oleh Kaisar Dong Hui pada 25 Agustus 651. Semenjak itulah, Islam dikenal dan dianut oleh masyarakat Cina.

Catatan sejarah itu diperkuat oleh keberadaan Masjid Huai Sheng di Guangzhou yang didirikan pada 689 dan Masjid Niu Jie di Beijing yang dibangun tahun 996.

Persepsi keliru tentang penduduk negara komunis terbesar itu adalah atheis melulu, dibuktikan dengan keberadaan organisasi keagamaan sejenis majelis ulama sejak 1953, yang dijamin secara konstitusi. Padahal di sini MUI baru berdiri pada 1975.

>>>^<<<

NENEK moyangku orang pelaut, yang kerap dinyanyikan di masa kanak-kanak, mungkin kini menjadi bias. Yang dimaksud oleh pencipta lagu tersebut sesungguhnya nenek moyang yang mana ? Yang eksodus dari Yunnan di masa neo-lithikum yang kelak menjadi pribumi nusantara. Atau belasan ribu abk yang turut dalam rombongan Laksamana Cheng Ho, yang sebagian di antaranya lantas menetap di nusantara. Atau para nelayan kita yang kini tak lagi bisa melaut karena solar untuk mereka sudah tak terbeli.

Kisah tentang Laksamana Cheng Ho, memang tak bisa lepas dari catatan tentang Islam. Pun terhadap keperkasaan dan kemuktahirannya dalam menaklukkan laut. Dengan sistem navigasi yang canggih dewasa ini pun, belum lagi ada pelayaran yang menyertaan armada sebanyak apa yang dilakukan oleh admiral Dinasti Ming itu. Apalagi oleh armada TNI-AL kita.

Betapa masygulnya hati ini, saat tersiar kabar bahwa Kapal Patroli RI yang memergoki kapal maling ikan punya Malaysia yang dibuat tak berdaya dan malah minta maaf plus beberapa abk yang dipaksa nyebur ke laut.

Apakah masih kita bangga sebagai negara maritim yang punya nenek moyang pelaut, jika kenyataan menunjukkan bahwa kita masih belum beranjak dari kebodohan yang sama saat bangsa ini harus menjadi jajahan dari orang Eropa yang kemari dengan 3 kapal yang sudah terombang-ambing setengah tahun lebih di samudera luas.

Apakah kita tetap merasa gagah dengan berbagai slogan sansekerta yang mulai terasa asing di telinga generasi muda kita, yang kini lebih mengerti so what, on the way, suddently, I do my best ketimbang Praja Muda Karana, Bhinneka Tunggal Ika, Vivere Veri Colaso, apalagi Jalesveva Jayamahe.

Berharap pada hari ini, esok lusa, kita masih tetap hidup di darat dan jaya di laut, sehingga perompak dan penyelundup bbm bisa ditumpas habis, dan karenanya bbm tak lagi perlu naik. Dirgahayu ke-62 TNI AL! Di Laut (InsyaAllah) Kita Jaya. THERIQA 120805/051207
*** Kutipan dari Toean Tana Simongan, Oei Tjien Sien 1879.

Jalesveva Jayamahe dalam catatan:

Saat meresmikan Institut Angkatan Laut di Surabaya (1953), Presiden Sukarno berpesan, "... usahakan penyempurnaan keadaan kita ini dengan menggunakan kesempatan yang diberikan oleh kemerdekaan. Usahakan agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya..., bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos di kapal. Bukan! Tetapi bangsa pelaut dalam arti cakrawati samudra. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri."

Bung Karno membuktikan keinginan tersebut. Pada 1960, kekuatan Angkatan Laut Indonesia (ALRI) adalah yang terbesar di Asia Tenggara dengan komposisi 234 kapal perang ( 1 cruiser, 12 kapal selam, 7 destroyer, 7 fregat, dll.)

Keperdulian Pemimpin Bangsa yang memfokuskan kekuatan militer berdasar konstelasi geografis tersebut, terbukti keampuhannya dalam peristiwa pembebasan Irian Barat.

Saat ini, dalam catatan Jaleswari Pramodhawardani, seorang peneliti The Indonesian Institute, Jalesveva Jayamahe hampir tinggal mitos belaka. Luas laut kita yang 5,8 juta km2 yang dikitari garis pantai sepanjang 81.000 km, hanya dikawal oleh dua kapal selam reot buatan Howaldt Deutsche Werke 1981. Sementara alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang masih dapat diandalkan tinggal 40% saja. Sebagian besar alutsista tersebut sudah berusia antara 20-40 tahun.

Masihkah kita heran jika Sepatan-Ligitan melayang? Masihkah kita mampu dengan kepala tegak jika latihan militer bersama Singapura jadi dilaksanakan? Ataukah memang cukup kita berdiri di pinggir pantai sambil memandangi rob yang kian meninggi dan abrasi yang kian menggila, sementara anak-anak kita sudah lupa caranya berenang dan mengail ikan. BATMAN 051207

PERKARA DUDUK

Duduk perkaranya adalah perkara duduk. Waktu saya masih kecil, masih di kelas 1 SD, Kung Kandar (kakek saya) selalu bilang lungguho sing apik, duduklah dengan baik. Sesaat terpikir, mengapa tidak ‘berdirilah dengan baik’ atau ‘larilah dengan baik’ atau ‘jengkinglah dengan baik’.

Sekarang terbayang, bagaimana bisa duduk dengan baik jika kita duduk di kursi roda, atau duduk di kursi pesakitan, lebih repot jika duduk di kursi listrik yang tentu saja tidak senikmat ketika duduk di kursi pelaminan.

Manusia memang suka duduk. Selain duduk-duduk, mereka juga hobby menduduki; betapa nenek moyang kita sangat menderita ketika diduduki penjajah, meskipun sebagian ada yang duduk enak sebagai onder, opas atau carik. Duduk itu memang selalu ada yang menduduki dan yang diduduki, beda benar dengan dodok. Di kota, jarang orang dodok ketika buang hajat, mereka lebih suka duduk.

Manusia adalah penduduk dunia, itu sebabnya mereka harus mempunyai Kartu Tanda Penduduk. Boleh mempunyai satu, dua atau tiga. Tidak mempunyai juga oke. Tetapi, sebaiknya Anda punya. Tanpa foto kopi KTP mustahil Anda dapat meminjam uang ke Bank Bajul Duduk.

Duduk memang kelihatan enak. Maka, tidak ada istilah ‘aku duduk sebagai bawahan’, yang ada adalah ‘duduk sebagai atasan’, ‘duduk sebagai kepala’, ‘duduk di kursi bupati’, atau ‘duduk di kursi dewan’. Sungguh, saya belum pernah dengar ‘aku duduk sebagai sopir’, meskipun ia seorang pengemudi angkot.

Sebuah masalah bisa didudukkan pada proporsi sebenarnya. Nah, jika masalah saja bisa didudukkan, maka alangkah mulianya si masalah. Melalui masalah inilah orang bisa duduk enak atau duduk di kursi pesakitan.

Menurut ilmu perdudukan, duduk itu bermacam-macam. Duduk sila ketika sedang pengajian atau kenduri, duduk silang kaki ketika baca koran di rumah, duduk formasi V ketika sedang memprospek orang, duduk nongkrong ketika bakar ikan, dan duduk tertib duduk salat. Yang paling istimewa adalah duduk melamun. Duduk melamun tidak pernah memperhatikan cara duduk. Yang pasti, jika raja duduk mbegagah, maka kawulo duduk silo ngapurancang.

Duduk memang bukan main; mengapa pada pelajaran matematika ada istilah tempat kedudukan, itu karena mahasiswanya harus duduk. Seorang mahasiswa, ketika diberi kesempatan berdiri, apalagi mengerjakan soal di papan tulis, maka ia akan cengar cengir karena alam kegugupan sudah menduduki sanubarinya. Meskipun mahasiswa itu jagonya membuat dudukan pelat.

Salah duduk bisa berakibat fatal. Saya pernah disumpahi tidak bisa kentut seminggu gara-gara menduduki Kiai Semburat, keris paman saya. Bisa dibayangkan jika akan ke Tangerang saya naik angkot jurusan Ciputat, atau Parung. Mendudukkan orang, mungkin istilahnya staffing, juga bisa berakibat fatal; kesalahannya bisa pada yang mendudukkan atau yang didudukkan. The right man on the right place, bisa diubah menjadi May be the right man on the may be right place.

Saya juga baru tahu kalau penyakit angin duduk itu adalah jantung coroner dan pemain cadangan biasanya duduk di bangku cadangan, padahal pemain inti juga duduk di bangku yang sama. Pemain inti biasanya terduduk lemas jika timnya kalah, tetapi pemain cadangan biasanya tersenyum dalam hati, kasihan deh lu

Konon, di Singkawang ada warung remang-remang yang memberikan pelayanan kopi duduk, meski yang dijual bukan kopi. Tetapi menduduki kopi juga berbahaya, apalagi kopi panas.

Duduk memang enak, itu sebabnya orang lupa berdiri ketika duduk. Saya juga lupa berdiri ketika menulis artikel ini, saya duduk tertidur…
//SOEMARMO WS. -TGC-041207

4.12.07

MEGAT - MANDAT - MADAT


“ Sepercik air berwarna bening,
Nyanyian dewa dalam dentingan harpa
Dan kau raih secercah kemilau
Seakan ingin membunuh sang malam…”
1)


MENURUT E.L. Abel dalam buku Marihuana: The First Twelve Thousand Years, terbitan 1980 – narkotika ternyata sudah dikenal semenjak 10 ribu tahun lampau. Pendapat tersebut diperkuat oleh temuan fosil kebun-kebun mariyuana di pedesaan Cina oleh para arkeolog di tahun 1976. Dan selama berabad-abad para ilmuwan, apoteker, dokter, tabib maupun penggiat laboratorium terus menerus mencoba dan menemukan berbagai produk psikoaktif yang berbasis koka, opium, mariyuana, psilocybin, amanita muscaria, kaktus peyote, quat, kopi dan teh.

Meski awalnya narkotika bukanlah suatu fenomena uniter, penggunaannya berlatar berbagai keperluan dan alasan. Yang meluas dan akhirnya menjadi ancaman adalah penyalahgunaan zat psikoaktif tersebut. Efeknya terhadap sistem syaraf pusat (CNS, central nervous system) – otak dan spinal, sebagai stimulan (kokain, amfitamin dan kafein) atau sebagai depresan (opium, morfin, heroin, metadon, valium dan alkohol) yang bersifat aditif, telah menjadikannya sebagai obat dewa yang begitu menggejala.

Semenjak Alexander The Great berkuasa pada 330 SM, Persia telah melakukan ekspor madat ke Inggris yang ketika itu di bawah Queen Elizabeth I. Baru pada 1878, Kerajaan Inggris menerbitkan regulasi untuk meredam maraknya pemakaian madat. Regulasi yang sama baru diundangkan pada 1906 di Amerika Serikat.

Dengan madat pula Inggris berhasil menguasai Cina. Bermula dari Kanton, melalui perniagaan, madat ditebar dan akhirnya merasuki kehidupan setiap orang di segala pelosok. Rumah Bunga, istilah untuk pusat penjualan dan pemakaian candu, bermunculan dan marak dikunjungi. Masyarakat menjadi tidak peduli terhadap apapun selain ‘mimpi-mimpi indah’ mereka. Cina lumpuh tapi juga butuh. Sebagian besar rakyat dan pejabat kerajaan sudah ketagihan candu, sehingga mereka dengan pasrah menyerahkan apa saja yang ditunjuk dan diingini orang-orang Inggris, asal mereka bisa terbebas dari ‘sakaw’.

Beruntunglah Cina masih memiliki para Boxers. Para pendekar dari dunia kang-ouw berbagai aliran bersekutu untuk menyelamatkan bangsa dan tanah tumpah darah. Mulanya mereka melancarkan gerilya, karena sebagian besar aparat kerajaan (semenjak Dinasti Ming hingga Dinasti Ching) bahkan keluarga kerajaan dan para penegak hukum, justru adalah pecandu bahkan pemasok (istilah sekarang ‘bd’). Baru saat Kaisar Yun Chen naik tahta, para ksatria delapan penjuru beroleh restu melancarkan perang terbuka. Maka sejarah mencatat merebaknya Perang Candu pada 1839-1842.

Meski kalah hingga harus menyerahkan Hongkong, perang tersebut telah menyadarkan rakyat Cina terhadap bahaya psikoaktif yang telah meracuni dan melenakan bangsa itu.


>>>^<<<


Di Nusantara, seiring terjadinya interaksi dengan ‘dunia luar’ melalui perniagaan, menyelusup pula madat. Para saudagar yang membuka pasar di Andalas (kini Sumatera), menyertakan pula daun surga itu yang didapati saat lewat jalur perniagaan di dekat segitiga emas Indocina (Siam, Laos dan Kamboja).

Dadah, demikian para Megat – raja dari kerajaan-kerajaan kecil di tanah Melayu – menyebutnya, menjadi akrab dan kebutuhan yang prioritas. Jika para Megat sudah kena, maka lazimnya rakyat pun akan dengan sertamerta mengikutinya.

Nyaris serupa dengan situasi rejim mafia baik di Eropa maupun Amerika, di Nusantara para pembuka dimensi narkotika juga dari kalangan the have. Pada mulanya lingkungan pemakainya memang terbatas dan eksklusif. Jika narkotika menjangkau kalangan bawah, itu pun dapat dipastikan dibawa oleh para majikan yang jatuh bangkrut, atau melalui para hamba dan centeng bos-bos itu.

Nusantara yang bersalin rupa menjadi Republik Indonesia, seiring dengan madat dan atau candu dan atau dadah yang menjadi cantik dengan identitas baru sebagai Narkoba, alias NAPZA alias Mirasantika (menurut Rhoma Irama) menjadi layaknya sepasang mempelai yang tak kunjung usai berbulan madu. Sekalipun penyuluhan, penyadaran, kerja sosial baik oleh sekalangan kecil aparatur pemerintah (dengan digit besar di apbd/apbn) atau lembaga yang ujug-ujug marak bermunculan, toh tidak membuat produksi, distribusi dan konsumsi psikoaktif ciut nyali.

Bahkan tokoh sekaliber Henry Yosodiningrat yang nyaris melakukan aksi 'street justice', pernah hanya menjadi cemoohan dan tertawaan belaka. Narkoba merambah bagai tak terhalang waktu dan ruang, bagai tak mengenal strata dan usia, bahkan tak lagi peduli gender, pangkat, dan status ekonomi. Yang gede makai yang mahal, semisal putaw (pt), shabu-shabu, ineks maupun black-heart. Yang kere ya ngegelek alias nyimeng, ngeboat bk-magadon-leksotan, atau bahkan ngelem. Sama telernya, sama bermimpinya. Yang kecil bermimpi menjadi pejabat. Yang pejabat bahkan para pemegang mandat, bermimpi seolah mereka adalah malaikat.

Beberapa waktu belakangan ini, terbongkar pabrik shabu di Batam dan Jakarta, terungkap penyelundupan ekstasi di Apartemen Taman Anggrek dan terbongkar jaringan pengedar psikotropika di Surabaya dan Jakarta, yang masing-masing dengan barang bukti yang jika dirupiahkan mencapai miliaran. Beberapa kasus ungkapan tadi bahkan melibatkan publik figur dan pejabat negara.


Mencengangkan, memang. Konon, menurut perhitungan seorang rekan penggiat BNK (Badan Narkotika Kabupaten) Tangerang, saat ini korban peredaran narkoba sudah mencapai lebih dari 6 juta jiwa. Jika rata-rata mereka sehari menghabiskan 1 gram saja, dan rata-rata satu gram seharga 100 ribu rupiah, maka omzet sehari dari transaksi mereka adalah senilai 600 miliar rupiah (!). Padahal angka 6 juta pemakai adalah fenomena gunung es, yang angka sesungguhnya bisa jadi jauh lebih besar lagi. Sedangkan, masih menurut sumber yang sama, harga sebutir ineks (= ekstasi) bisa mencapai 150 ribu, shabu-shabu bahkan sejuta pergram, dan putaw lebih dari itu.

Kalaupun angka 600 miliar dianggap mendekati, maka itu juga berarti sekitar 220 triliun setahun, bandingkan dengan APBD Kabupaten Tangerang 1,8 triliun rupiah. Ajaib memang. Tapi begitulah mimpi berkuasa. Angka itu sekaligus menjadi pemaklum bagi kita, bahwa pemainnya pun sudah pasti bukan orang sembarang.

Berpaling sejenak ke belakang, belajar dari para pendekar di Cina, mampukah kita di hari-hari ini tak sekadar berteriak lantang, “Say no to drug !” tapi lebih jauh, dengan berani dan sepenuh hati untuk, “war against to drugs !” Agar kita kelak tak kehilangan penerus estafet, tak kehilangan satu, dua generasi, karena –sebagaimana kata H. ISMET ISKANDAR, pada satu kesempatan kepada penulis, “…because these children carry our hopes and dreams for the future.”

Jadi, dengan memerangi penyalahgunaan narkotika kita tidak akan kehilangan ‘mimpi-mimpi’ itu, karena anak-anak kita pun adalah tumpuan harapan dan cita-cita, adalah mimpi-mimpi indah kita. ANDRE THERIQA 260605/031207

1– Lirik lagu: Sepercik Air, cipt A. Bharata dan dipopulerkan oleh Deddy Stanzah mantan vokalis The Rolliest.