29.11.07

Rano Karno Magnet Masyarakat Pantura


TANGERANG — Rano Karno, calon Wakil Bupati Tangerang yang mendampingi (incumbent) Ismet Iskandar memang seperti magnet bagi masyarakat pantura. Ketika berkunjung ke lima desa di Sepatan Timur, ribuan warga mengelu-elukannya.


Ustad Rusdi dari Sepatan Timur sempat berujar, “Seribu kali calon lain datang ke Sepatan, cukup sekali Rano Karno.” kata Rusdi.


Sambutan warga mulai dari kanak-kanak, ibu-ibu hingga nenek-nenek dan bapak-bapak keluar rumah hanya ingin mendengar tausiyah Rano Karno di mimbar panggung di halaman rumah warga di Pondok Kelor, Sepatan.


Tak hanya di Sepatan ketika hari ini Rabu, (28/11) Rano mengunjungi pengungsian warga Kamal Malang, Dadap, Kecamatan Kosambi warga pun bersukacita. Anak-anak menyambut Rano dengan nyanyian, “Selamat datang Pak Rano Karno, Si Doel datang menengok kampung kita,” anak-anak berseru dan terus membuntuti rombongan si Doel.


Mereka lalu mengiringi Rano Karno melihat lokasi pengungsian. Rano tak sungkan menyapa ibu-ibu yang lagi memasak. “Ibu-ibu lagi masak apa nih? Jangan lupa masaknya pakai air bersih ya,” ujar Rano. Di sini Rano membawakan susu, biskuit, roti dan air mineral.


Usai menjenguk pengungsi, Rano Karno kemudian menelusuri sebuah gang di Dadap Ceng'in. Di sana Rano meluangkan waktu bertemu dengan siswa-siswa SDN Dadap02. Melihat kondisi sekolah yang tergenang air rob (laut pasang). Rano iba. Hatinya trenyuh. Sesaat matanya berkaca, menatap si bocah kelas 1 yang lagi menggambar. Lagi gambar apa Dik? Rano lalu berpesan kepada guru Sunaryo. "Didik anak-anak yang baik, biar jadi presiden, biar jadi orang berguna," ujarnya.


Seolah tak mengenal lelah, usai menjenguk pengungsi pukul 08.00 pagi, lalu Rano Karno melanjutkan silaturahim ke Kecamatan Mauk dan Kemeri.


Di dua kecamatan ini Rano Karno mengingatkan agar petani membudidayakan tanaman tak hanya mengandalkan tanaman tadah hujan. Rano juga bicara pentingnya irigasi di dua kecamatan itu. “Dengan adanya irigasi, maka pertanian akan dapat dibudidayakan dengan baik, tak hanya mengandalkan sawah tadah hujan,” ujar Rano.


Rano juga terus berpesan agar masyarakat menjaga lingkungan, mulai dari diri sendiri. “Yang terpenting adalah merubah pola pikir masyarakat agar hidup lebih bersih dan menjaga lingkungan sekitar,” kata Rano.


Rano melihat Kabupaten Tangerang sangat bisa dikembangkan menjadi daerah pertanian yang subur terutama di pantura. Untuk itu ia akan membuktikan jika dipercaya masyarakat mendampingi H. Ismet Iskandar, maka program pembangunan berwawasan lingkungan akan dikedepankan.


Rano Karno punya segudang rencana untuk Kabupaten Tangerang termasuk akan mengolah sampah menjadi kompos, seperti yang ia lakukan di rumahnya. Rano pada Desember nanti juga diundang sebagai pembicara dalam pertemuan internasional perubahan iklim di Bali.


Kesibukan Rano belakangan ini adalah berkeliling hingga ke pelosok desa, meski tak memakai oplet biru tuanya. Rano terus bersafari didampingi sang adik, Suti 'Atun' Karno. Ia begitu rendah hati, ramah dan akrab dengan masyarakat. Ketika berkeliling di Kecamatan Kemeri, Rano berdiri di atas jeep terbuka.


Ia melambai tangan, ratusan warga menyambut sepanjang jalan berjabat dan mencium tangannya. Mereka berteriak, "Ana si Doel, mlebu neng kampung dewek," semua gembira mereka melihat dari dekat Rano Karno yang tak pernah mereka mimpikan sebelumnya masuk ke desa mereka. Duuh Rano engkau memang sebuah magnet perekat masyarakat. AYU CIPTA MELAPORKAN UNTUK BATMAN SANG SAHABAT JIWA 281107

27.11.07

Peran Ulama di Kabupaten Tangerang



Sedari terbentuknya, hingga era yang serba terbuka dan majemuk ini, keberadaan Kabupaten Tangerang sangatlah lekat dengan peran tokoh-tokoh keagamaan, khususnya para Ulama. Apalagi jika ditinjau secara geografis, dimana Kabupaten Tangerang merupakan bagian wilayah Provinsi Banten, maka kesan sebagai daerah yang agamis semakin kental.

Dalam perkembangan dewasa ini, sejalan dengan kemajuan teknologi, selaras dengan iklim globalisasi, dan seiring dengan invasi budaya asing yang kian sulit ditangkal serta dekadensi moral yang kian mengganas, ditambah lagi kondisi pelbagai sendi kemasyarakatan dan kenegaraan yang belum lagi pulih akibat krisis multi dimensi, ulama dan para pemuka agama termasuk di dalamnya kalangan pimpinan pondok pesantren, tentunya ada dan berada dalam posisi yang sangat signifikan dan strategis.

Ketimpangan kesejahteraan dan jurang perbedaan kelas yang kian menganga di tengah masyarakat, adalah ranah subur dimana penyimpangan kaidah dan norma menyemai dan bersemi. Faktor beban penghidupan yang menghimpit, tekanan psikologis dan desakan kebutuhan yang menjulang adalah konstruksi bagi timbulnya pemikiran dan ajaran yang menyediakan jalan pintas bagi mereka yang mudah goyah.

Tidak heran, belakangan ini, dari berbagai pemberitaan, kerap kita dapati kabar tentang timbul dan berkembangan sekte-sekte agama yang muncul dengan pengikut yang berjubel. Padahal jika ditakar, apa yang ditawarkan oleh aliran-aliran tadi sesungguhnya sangat jauh dari logika dan ratio yang justru dewasa ini sangat diagung-agungkan.

Ada yang mengaku sebagai nabi, ada yang mengaku sudah bertemu dengan malaikat, bahkan ada yang mengaku sudah bertatap-muka dengan Sang Maha Pencipta dan mengalami mi’raj. Itu sebabnya, Majelis Ulama Indonesia, baik di pusat maupun di daerah-daerah di mana penyimpangan tersebut berkembang, segera melakukan klarifikasi dan akhirnya menyatakan bahwa ajaran-ajaran seperti itu adalah sesat dan menyesatkan.

Jalan pintas memang menjadi tawaran yang menarik bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan iman, ketabahan bathin, dan tidak menghargai sebuah proses. Acara di televisi, yang menawarkan menjadi bintang/selebritis secara instan, kuis dengan hadiah besar (untuk menjadi jutawan bahkan miliarder) secara instan, praktik dukun penggandaan uang, bahkan dengan pola mutakhir semisal penipuan berkedok investasi valas dengan imbalan keuntungan instan yang teramat menggiurkan, pada kenyataannya memikat begitu banyak orang dari berbagai latar belakang masyarakat.

Karakter masyarakat yang begitu mudah terbujuk rayu seperti itu, juga belakangan dimanfaatkan oleh kalangan-kalangan tertentu yang mengincar kedudukan secara politis untuk membombardir masyarakat dengan janji-janji yang serba muluk, mencengangkan dan tentu saja, sangat tidak rasional. Pengalaman daerah lain yang telah selesai melaksanakan pilkada telah membuktikan bahwa janji yang kelewatan sewaktu kampanye, nyatanya tak satupun yang mampu mereka wujudkan setelah kekuasaan berhasil mereka genggam.


Kabupaten Tangerang, alhamdulillah, sejauh ini – setidak-tidaknya dalam kurun waktu empat-lima tahun terakhir – tidaklah secara ekstrem mengalami apa yang terdeskripsikan secara nasional di atas.

Pemerintahan Daerah yang dinahkodai H. Ismet Iskandar, senantiasa menyeimbangkan pembangunan fisik dengan pembangunan moral spritual. Di masa awal beliau menjadi Kepala Daerah, yang kemenangannya dihantar dan didoakan oleh mayoritas ulama itu, beliau membuat prioritas untuk menyelesaikan pembangunan Masjid Raya Al-Amjad dan pembangunan Tangerang Islamic Center. Bagi H. Ismet Iskandar, jauh lebih baik landmark di Kabupaten Tangerang dalam bentuk bangunan yang berfungsi sebagai sarana dan wahana pembinaan moral spritual ketimbang semata-mata bangunan fisik yang kerap salah kaprah, semisal gerbang atau gapura kota yang lebih berfungsi sebagai space-iklan, jembatan penyeberangan yang salah tempat dan tidak pernah difungsikan untuk menyeberangkan orang, dan lain sebagainya.

Dalam berbagai kesempatan, KH. Turmudzi, Ketua Umum MUI Kabupaten Tangerang, sering mengisahkan kenangannya terhadap perkembangan pembangunan aspek rohani sebagaimana yang ia alami dan rasakan mulai dari awal karir organisasinya sebagai pengurus MUI tingkat kecamatan hingga jabatannya yang terakhir ini. KH. Turmudzi menggambarkan, bagaimana perhatian yang sedemikian besar yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, khususnya oleh H. Ismet Iskandar terhadap keberadaan dan potensi serta kesejahteraan para ulama, kiai, DKM, Guru Mengaji, MUI, Pesantren hingga kepada sendi-sendi keagamaan lainnya.
Di fase ini pula, Kabupaten Tangerang meraih Juara Umum MTQ Tingkat Provinsi Banten empat kali secara berturut-turut. Bahkan putra-putri daerah terbaik yang meraih predikat terbaik dalam ajang tersebut mendapat ‘kado’ yang sangat istimewa dari Pemda, berupa perjalanan ibadah ke Tanah Suci.

Kondisi yang cukup konstruktif tersebut tentunya hadir sebagai akibat adanya keharmonisan dan komunikasi yang kokoh antara kalangan ulama dan umaro, serta kuatnya silaturahmi antara keduanya dengan ummat.


Ke depan, mengingatnya pentingnya fungsi dan tugas masing-masing, baik dalam mempertahankan kondisi kondusif di Kabupaten Tangerang yang sudah tercipta dan terjalin selama ini, maupun dalam hal meningkatkan kinerja serta peran masing-masing, tentunya sikap dan perhatian pengambil kebijakan, terutama dari lembaga legislasi masih sangat dibutuhkan.

MUI, para ulama dan para pemimpin pondok pesantren, masih tetap diharapkan sebagai ujung tombak untuk mengikis habis persoalan yang menyangkut kehidupan masyarakat, tidak hanya sekadar dari aspek kerohanian, tapi lebih pada semangat dan motivasi untuk membangun Kabupaten Tangerang, turut mencerdaskan kehidupan masyarakat dan membangunkan benteng pertahanan yang kokoh dari terjangan berbagai hal yang merusak kehidupan masyarakat, seperti aliran-aliran sesat dan menyesatkan, narkotika dan zat-zat adiktif lainnya, pornografi dan pornoaksi, serta bentuk-bentuk kemaksiatan lainnya.

Islamic Center yang kini menjadi rumah bagi segala kegiatan MUI, BAZDA dan LPTQ Kabupaten Tangerang, juga masih menanti sentuhan-sentuhan yang bisa membangkitkan ruh-nya, tidak sekadar hanya sebagai sebuah bangunan megah yang diam seribu bahasa, tapi juga dapat berperan lebih jauh dengan menjadi pusat dari segala kegiatan syiar keislaman.

Ulama dan para pemuka agama, tentu sangat berharap, Pilkada Kabupaten Tangerang yang sebentar lagi akan kita hadapi bersama dapat dilalui dengan sentosa dan melahirkan pasangan terbaik yang akan terus berkiprah dalam pembangunan yang sudah terlihat baik selama ini.

Akhirnya, kami sampaikan Dirgayahu Kabupaten Tangerang. Negeri yang tentram dan sentosa, adil dan sejahtera yang menjadi rumah bagi segala harapan yang baik ini, bisa menjadi lebih baik lagi di hari-hari yang akan datang. Amin. ANDRE THERIQA, KOMISI PENGEMBANGAN EKONOMI UMMAT, MAJELIS ULAMA INDONESIA KABUPATEN TANGERANG 261107

25.11.07

RANO KARNO


Dari Selebritis Menjadi Politisi

Siapa yang tidak mengenal Rano Karno? 'Anak'-nya Budayawan Betawi terpopuler Benyamin S yang jadi si Tukang Insinyur dalam sinema-elektronik (sinetron) Si Doel Anak Sekolahan (SDAS). Rano Karno memang sosok yang akrab dalam setiap benak masyarakat Indonesia.
Bukan saja tatkala ia memainkan berbagai karakter protagonis di semua sinemanya, juga tatkala ia memilih dan memilah produk yang ia bintang-iklani. Bahkan saat ia 'terjerumus' tatkala akan dijadikan sebagai salah satu calon wakil gubernur saat pilgub DKI Jakarta sesaat lampau.


Sama dengan perannya diberbagai sinema, meski senantiasa menjadi tokoh sentral, karakter yang ia perani belum tentu berakhir dengan happy-ending. Beruntung Rano batal menjadi salah satu cawagub DKI, karena itu bukan tempat sesungguhnya buat Rano. Kebetawian yang kerap ia usung, kerap ia bela, sudah lama tergusur dari Jakarta. Kebetawian yang naif, bersahaja, polos, jujur, ceplas-ceplos dan innocent sudah tidak lagi cocok dengan Jakarta yang porak poranda, sembrawut, gudang intrik, sarang kemacetan dan ranah dari segala kemunafikan (menurut beny-mice dalam langgam jakarta).


Karakter kebetawian justru masih tersisa di daerah-daerah penyangga seperti di Tangerang ini. Di sinilah sosok Rano Karno bisa masih berperan maksimal. Apalagi, Rano adalah salah satu dari sedikit selebritis yang tidak hanya sekadar jual tampang, ia juga dikenal bernas dan cerdas. Berpasangan dengan H. Ismet Iskandar, ia akan menjadi penyeimbang yang pas. Yang satu sosok yang bijak dan sarat dengan pengalaman, sangat intuitif dan mengerti penuh keadaan dan keinginan masyarakat Tangerang. Yang satu anak muda yang cakap, berbudaya, multi-talenta dan disayangi banyak pihak.


Yang dibutuhkan Rano Karno saat ini tentu saja tinggal bagaimana ia bisa memanage dengan baik sebuah perubahan karakter dari seorang selebritis menjadi seorang pemimpin yang handal. Jika itu berhasil ia jalankan, maka sungguh, seperti peran-perannya di berbagai sinema, maka yang baik pasti akan mengalahkan yang jahat. Semoga. ANDRE THERIQA 251107



RANO DI PANGGUNG BUDAYA


Rano Karno lahir di Jakarta pada 8 Oktober 1960. MempunyaI saudara kandung yang juga ikut bermain dalam sinetron seperti Tino Karno dan Suti Karno. Ayahnya Soekarno M. Noer, aktor film legendaries yang telah melakoni lebih dari 68 judul film sebagai pemeran utama. Selain itu pernah bermain lebih dari 20 drama. Sebelum menjadi aktor, ayahnya pernah bekerja di Kantor Pos, Telepon, dan Telegraph. Berkat ketekunan, dedikasi, integritas, dan kemampuannya terpilih menjadi pemeran utama dalam film Gambang Semarang (1955).

Sama hal dengan ayahnya, Rano Karno pun memiliki dedikasi dan integritas dalam melakoni perjalanan hidupnya sebagai aktor. Banyak sudah judul film yang dibintanginya seperti;
Malin Kundang (1971)
Si Doel Anak Betawi (1972)
Lingkaran Setan (1972)
Di Mana Kau Ibu (1973)
Yatim (1973)
Tabah Sampai Akhir (1973)
Si Rano (1973)
Rio Anakku (1974)
Senyum dan Tangis (1974)
Romi dan Juli (1974)
Jangan Biarkan Mereka Lapar (1974)
Perawan Malam (1974)
Ratapan Si Miskin (1974)
Anak Bintang (1974)
Senyum Di Pagi Bulan Desember (1974)
Sebelum Usia 17 (1975)
Tragedi Tante Sexi (1976)
Wajah Tiga Perempuan (1976)
Suci Sang Primadona (1977)
Semau Gue (1977)
Musim Bercinta (1978)
Gita Cinta Dari SMA (1979)
Selamat Tinggal Duka (1979)
Pelajaran Cinta (1979)
Buah Terlarang (1979)
Remaja-ramaja (1979)
Remaja Di Lampu Merah (1979)
Puspa Indah Taman Hati (1980)

Aladin dan Lampu Wasiat (1980)
Kau Tercipta Untukku (1980)
Tempatmu di Sisiku (1980)
Nikmatnya Cinta (1980)
Roman Picisan (1980)
Kisah Cinta Tomi dan Jeri (1980)
Nostalgia Di SMA (1980)
Senyummu Adalah Tangisku (1980)
Selamat Tinggal Duka (1980)
Selamat Tinggal Masa Remaja (1980)
Kembang Semusim (1980)
Yang Kembali Bersemi (1980)
Detik-detik Cinta Menyentuh (1981)
Dalam Lingkaran Cinta (1981)
Bunga Cinta Kasih (1981)
Mawar Cinta Berduri Duka (1981)
Untukmu Ku Serahkan Segalanya (1984)
Asmara di Balik Pintu (1984)
Yang (1984)
Kidung Cinta (1985)
Ranjau-ranjau Cinta (1985)
Tak Ingin Sendiri (1985)
Yang Masih Di Bawah Umur (1985)
Pertunangan (1985)
Anak-anak Malam (1986)
Merangkul Langit (1986)
Opera Jakarta 1986)
Di Dadaku Ada Cinta (1986)
Blauw Bloed m(1986)
Arini, Masih Ada Kereta Yang Lewat (1987)
Macan Kampus (1987)
Bilur-bilur Penyesalan (1987)
Arini II (1988)
Dia Bukan Bayiku (1988)
Sumpah Keramat (1988)
Adikku Kekasihku (1989)
Taksi (1990)
Pagar Ayu (1990)
Suamiku Sayang (1990)
Perasaan Perempuan (1990)
Sejak Cinta Diciptakan (1990)
Taksi Juga (1991)
Sekretaris (1991)
Perawan Metropolitan (1991)
Bernafas Dalam Lumpur (1991)
Kuberikan Segalanya (1992)
Selembut Wajah Anggun (1992)
Kembali Lagi (1993)

Selain itu beberapa sinetron adalah;
Si Doel Anak Sekolahan
Si Doel Anak Gedongan
Gita Cinta Dari SMA
Puspa Indah Taman Hati
Pelangi Di Hatiku
Maha Kasih (episode Putus Asa Itu Dosa)
Jomblo

Selain aktor, Rano Karno juga sebagai produser yang memimpin Production House Karno’s Film. Selain itu juga berwirausaha di bidang kuliner dengan membuka Waroeng Si Doel di kawasan Kafe Taman Semanggi, Sudirman, Jakarta. Pernah pula menjadi nara sumber pada Entrepreneur University, sebuah lembaga pendidikan kewirausahaan pimpinan Purdi E. Chandra – pendiri Pusat Bimbingan Belajar Primagama. Saat ini Rano karno juga beraktivitas sosial sebagai Duta Unicef. HADI HARTONO - GILANG PUBLISHING


SINETRON POLITIK SI DOEL

Si Doel Anak Sekolah (SDAS), sebuah judul sinetron yang kerap ditayangkan beberapa masa yang sudah berlalu sampai tiga episiode. Pemeran utama si Doel dalam sinetron tersebut semua orang tahu, siapa lagi kalau bukan aktor kawakan sekelas Rano Karno. Apalagi buat anak remaja pada tahun 80-an, style Rano Karno dalam film layar lebar kerap kali diikuti dalam keseharian.

Sinetron SDAS sudah habis masa tayangnya. Tetapi alur ceritanya masih melekat dalam benak pamirsa televisi. Bagaimana sosok si Doel sebagai kaum muda intelek tradisional hidup di tengah-tengah masyarakat megapolitan. Si Doel, Bang Doel, dan Tukang Insinyur itulah barangkali sebutan yang akrab di telinga kita. Tua muda, kakek nenek, laki perempuan, bahkan anak-anak kecil pun rela nongkrong di depan televisi hanya untuk sekedar menantikan jam tayang sinetron SDAS.

Selain intelek tradisional, sosok si Doel menggambarkan seorang anak muda yang banyak digandrungi kaum perempuan muda. Termasuk Sarah dan Jaenab yang diperankan masing-masing oleh artis cantik Cornelia Agatha dan Maudy Kusnadi. Penulis tidak tahu bagaimana ending alur ceritanya. Apakah Jaenab atau Sarah yang dipilih sebagai calon isterinya kelak, yang jelas kedua perempuan muda tersebut penuh perhatian dengan harap-harap cemas cintanya tak terbalas. Karena si Doel, dalam sinetron tersebut sangat menghargai perasaan masing-masing.

Kita belum tahu, apakah Karno’s Film sebagai production house yang memproduksi sinetron SDAS - akan melanjutkan babak baru kisah sinetron tersebut. Yang pasti dalam sinetron politik sesungguhnya - pemeran si Doel, Rano Karno pernah mencuat ke permukaan beberapa waktu yang lalu.


Babak Baru Kisah Si Doel

Babak baru di panggung politik yang sesungguhnya, nama si Doel Rano Karno pernah disebut-sebut sebagai salah satu bakal calon Wakil Gubernur DKI Jakarta beberapa bulan yang lalu. Kalau pun pada akhirnya, namanya hilang dari percaturan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tersebut. Kini namanya mencuat kembali ke permukaan di panggung politik bertajuk Pilkada Kabupaten Tangerang, Banten – sebagai calon wakil bupati.

Sebanyak 15 pimpinan partai politik sepakat mengusung H. Rano Karno sebagai Calon Wakil Bupati. Rano Karno disandingkan dengan incumbent, H. Ismet Iskandar yang sudah lebih dulu dijagokan sebagai calon Bupati Tangerang oleh koalisi partai-partai bernama Koalisi Benteng Bersatu (Benteng sebutan lain untuk Tangerang). Di hadapan ribuan massa pendukung, pada saat deklarasi pasangan calon hari Jum’at, 28 Oktober 2007. Rano Karno menyatakan siap menanggung resiko politik atas kiprahnya di Pilkada Kabupaten Tangerang. Karena sebelumnya saat sambutan, inchumbent sempat mengingatkan kepada hadirin bahwa kekuasaan dekat dengan terali besi, apabila kurang berhati-hati dalam menjalankan amanah.

Sama halnya dengan si Doel dalam sinetron. Ternyata Rano Karno adalah sosok pemimpin yang sederhana, rendah hati, dan mampu menempatkan diri pada posisinya sebagai calon wakil bupati. Menarik untuk disimak, apa yang disampaikannya pada saat konferensi pers setelah paket pencalonannya didaftarkan oleh partai-partai Koalisi Benteng Bersatu di kantor KPUD Kabupaten Tangerang di Tigaraksa.

Pak Ismet tanpa saya pun berpotensi untuk menang dalam Pilkada - ini hasil survey loh, kata Rano di depan para jurnalis. Kalimat seperti itu menggambarkan betapa sangat rendah hati-nya seorang aktor kawakan. Tidak menunjukan sikap yang berlebihan, sebagai seorang selebritis papan atas - yang tingkat popularitasnya sangat dahsyat dari Sabang sampai Merauke – dari Pamulang sampai desa Cikande (Pamulang- nama kecamatan di sebelah selatan dan desa Cikande-nama desa di ujung sebelah barat Kabupaten Tangerang).

Tanpa mengurangi rasa hormat pada yang lain, kemunculan nama Rano Karno di panggung politik Pilkada Kabupaten Tangerang. Membawa angin segar, yang semoga mampu menyejukan suasana kebatinan yang kian hari semakin memanas. Seperti yang diungkapkan Rano, semua boleh punya keinginan untuk menang- tetapi kemenangan itu harus diraih dengan cara-cara yang sehat.

Selamat berkompetisi! Semoga kedamaian, kesejukan, ketertiban, kejujuran, dan keadilan dapat dijadikan landasan berpijak dalam setiap gerak langkah semua pasangan calon pemimpin daerah. Sebagai negarawan - harus siap menang dan siap kalah.

Siapa pun pemenangnya itulah pilihan rakyat Kabupaten Tangerang. Tidak perlu lagi ada gontok-gontokan di kemudian hari. Demokrasi kita memang sedang belajar. Proses pembelajaran tak mengenal kata berhenti. Begitu pun pembangunan harus berkelanjutan dan berkesinambungan. Pilihan boleh berbeda, tetapi kita semua manusia adalah sama sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Serahkan semua keputusan pada Yang Maha Kuasa. Manusia hanya mampu berikhtiar, ketentuan mutlak sudah digariskan.


Episode Selanjutnya

Semua orang sudah tahu siapa si Doel, anak muda yang ganteng, cerdas, rendah hati, suka menolong, menghargai persahabatan, mampu menjaga perasaan orang lain, dan hormat pada orang yang lebih tua. Sosok ini penulis melihat ada pada diri Rano Karno yang sesungguhnya. Bisa menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat, mana kala Rano Karno, dalam menjalankan aktivitas kampanye tetap melekatkan diri dengan sosok si Doel.

Bawalah oplet tua untuk berkeliling dari kampung ke kampung di seluruh pelosok Benteng. Mintalah do’a sama Mak Enyak, yang sedang menunggu warung. Ajak Jaenab dan Sarah untuk jadi juru kampanye. Bilang sama mas Karyo kalau lagi keliling untuk berdagang jangan lupa sebut nama si Doel 3x supaya warga Benteng terngiang-ngiang sampai hari pencoblosan. Eits….maaf hampir lupa, usahakan Atun dan Mandra jangan ribut terus - bukannya masih saudara sebangsa dan setanah air?

Kita ingin melihat kisah selanjutnya sinetron politik si Doel yang sesungguhnya pada Pilkada Kabupaten Tangerang. Dengan alur cerita yang tentu dipenuhi hiruk pikuk intrik dan sejenisnya, sesuatu hal yang mungkin tidak terelakkan lagi dalam dinamika kehidupan politik praktis. Popularitas dan sosok si Doel yang melekat pada Rano Karno mampukah menyedot perhatian para penggemarnya di bumi Benteng, yang hampir semua orang yang tinggal di Indonesia pernah menonton sinetron si Doel. Kalaupun ada yang belum pernah sekalipun nonton, minimal pernah mendengar judul sinetron tersebut.

Pola kehidupan keluarga si Doel dalam sinetron, sangat akrab dalam kehidupan sebagian besar masyarakat Kabupaten Tangerang. Keluarga sederhana yang strata sosial ekonomi nya sangat pas-pasan. Hanya saja si Doel sempat mengenyam pendidikan tinggi di fakultas tekhnik

Seorang aktor kawakan sekelas Rano Karno, adalah figure yang mampu bermain dalam peran apa saja. Kalau pun yang penulis tahu Rano Karno belum pernah memainkan peran sebagai tokoh antagonis dalam beberapa film layar lebar dan sinetronnya. Tetapi kemampuannya tidak ada seorangpun yang meragukannya. Bukankah dunia ini panggung sandiwara – versi Ahmad Albar Gong 2000- dalam salah satu syair lagunya, ada peran wajar, dan ada peran berpura-pura. Peran seperti itulah yang seringkali kita temukan tidak saja dalam dinamika kehidupan politik praktis, tetapi juda dalam kehidupan keseharian masyarakat.

Lanjutkan cerita sinetron si Doel tapi judulnya dirubah, Si Doel Nyalon Wakil Bupati. Jangan lupa sound track sinetronnya dirubah juga. Si Doel anak Benteng asli, kerjaannya sembahyang mengaji…..dst. HADI HATONO - GILANG PUBLISHING


Tulisan-tulisan Sahabatku Hadi Hartono selanjutnya bisa ditelusuri di http://www.go-hadi.blogspot.com/ atau emailnya hartono.hadi@gmail.com dan tentu saja bukunya yang sebentar lagi terbit. Thanks, Had.


24.11.07

Kabupaten Tangerang dalam Perspektif


KABUPATEN TANGERANG, wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Serang, Bogor, dan DKI Jakarta dengan luas wilayah 111.038 Ha. Kabupaten Tangerang menjadi lokasi strategis jalur lintas interaksi Jawa - Sumatera dengan dapat ditempuhnya melalui jalan tol Jakarta Merak. Sebagai daerah yang merupakan penyangga ibukota, wilayahnya berkembang sebagai daerah pemukiman, perindustrian, perdagangan dan jasa.


Sesungguhnya pada awal abad ke-16, zaman Kerajaan Sunda, Tangerang tampil sebagai kota pelabuhan bersama-sama Banten dan Kalapa (Jakarta kini), sebagaimana disaksikan dan dicatat pada tahun 1513 oleh Tome Pires, orang Portugis. Yang berbeda di antara ketiganya hanyalah tingkat kualitas dan kuantitas kegiatannya. Kalapa menempati tingkatan tertinggi karena lokasinya paling dekat dan dapat berhubungan langsung melalui jalan darat dan jalan air (Sungai Ciliwung) dengan Pakuan Pajajaran yang menjadi ibu kota Kerajaan Sunda. Selain itu, Kalapa menjadi pusat kota pelabuhan Kerajaan Sunda. Di bawahnya adalah kota pelabuhan Banten yang merupakan kota pelabuhan paling barat.


Banten menempati kedudukan strategis, setelah Malaka diduduki oleh Portugis (1511) karena Selat Sunda dan pesisir barat Sumatra menjadi jalur utama perdagangan. Perkembangan di bidang kehidupan beragama pun telah berkembang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pembangunan rumah-rumah ibadah dan meningkatnya manusia yang beriman serta bertaqwa sehingga terciptanya kerukunan hidup beragama.


Pesatnya pembangunan di Kabupaten Tangerang telah membuktikan bahwa pembangunan di kabupaten ini telah berhasil. Ini semua tidak terlepas dari hasil pembangunan sebelumnya. Sebagai kabupaten yang memiliki penduduk yang beragam maka tak heran kesenian pun telah dipengaruhi oleh beragam unsur seperti pengaruh kebudayaan Cina, Melayu, Jawa dan Betawi, seperti Wayang Cokek.


Perjalanan sejarah Kabupaten Tangerang ditandai oleh empat hal utama yang saling terkait. Keempat hal itu adalah peranan Sungai Cisadane; lokasi Tangerang di tapal batas antara Banten dan Jakarta; status bagian terbesar daerah Tangerang sebagai tanah partikelir dalam jangka waktu lama; dan bertemunya beberapa etnis dan budaya dalam masyarakat Tangerang.


Sungai Cisadane membujur dari selatan di daerah pegunungan ke utara di daerah pesisir. Sungai ini memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat pemukimnya hingga dewasa ini. Yang berubah hanyalah jenis peranannya. Sejak zaman Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5) hingga awal zaman Hindia Belanda (awal abad ke-19) sungai ini berperan sebagai jalan lalu lintas air yang menghubungkan daerah pedalaman dengan daerah pesisir, di samping sebagai sumber penghidupan manusia yang bermukim di sepanjang aliran sungai ini.


Sesudah itu yang lebih menonjol adalah perannya sebagai sumber irigasi bagi pengairan lahan pertanian (pesawahan dan perikanan) di daerah dataran rendah bagian utara Tangerang. Dengan peran yang pertama itu, hasil bumi dari daerah pedalaman (lada, beras, kayu, dan lain-lain) dapat dipasarkan ke daerah pesisir dan luar daerah Tangerang. Sebaliknya, keperluan hidup penduduk pedalaman (garam, kain, keramik, dll.) dapat didatangkan dari daerah pesisir dan luar daerah Tangerang.


Sementara peran kedua dapat meningkatkan produksi pertanian, terutama produksi beras, selain mencegah bahaya banjir. Tangerang menempati kedudukan paling bawah karena lokasinya berada di antara dan berdekatan dengan Banten dan Kalapa. Lokasi ketiga kota pelabuhan tersebut berada di sekitar muara sungai, yaitu Sungai Cibanten bagi kota pelabuhan Banten, Sungai Cisadane bagi kota pelabuhan Tangerang, dan Sungai Ciliwung bagi kota pelabuhan Kalapa.


Menurut Uka Tjandrasasmita 1987 dalam perjalanannya sejak pertengahan abad ke-16 Banten dan Jayakarta (perubahan nama dari Kalapa sejak berada di bawah kuasa Islam pada 1527) mengembangkan diri menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan. Didukung oleh Cirebon dan Demak, Banten meningkat pesat sebagai pusat penyebaran agama Islam, pemerintahan, dan perniagaan laut (maritim) di Tatar Sunda bagian barat dan Sumatra bagian selatan.


Puncak keemasan Kesultanan Banten berlangsung sekira pertengahan abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684). Adapun Jayakarta yang semula berperan sebagai penutup hubungan Pakuan Pajajaran ke dunia luar dan merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten, setelah jatuh ke dalam kekuasaan Kompeni Belanda (1619) dan namanya diganti dengan Batavia berhasil mengembangkan diri. Mula-mula Batavia berperan sebagai pusat kedudukan dan pusat perdagangan Kompeni (VOC) di nusantara, kemudian (sejak tahun 1800) menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan internasional pemerintah kolonial Hindia Belanda.


Sejak dasawarsa kedua 1600-an antara Banten dan Batavia berlangsung persaingan perdagangan yang keras. Pada satu pihak Kompeni Belanda mendesakkan keinginannya untuk melakukan monopoli perdagangan di wilayah Kesultanan Banten. Pada pihak lain, Sultan Banten sendiri mempertahankan sistem perdagangan bebas dan kedaulatan negara. Begitu keras persaingan itu sehingga berkembang menjadi konflik politik dan akhirnya konflik senjata yang mula-mula (1652) berbentuk konflik senjata secara tertutup, namun kemudian (1659) berbentuk perang terbuka.


Dalam suasana konflik itulah Tangerang menjadi daerah pertahanan sekaligus medan pertempuran serta daerah rebutan antara Banten dan Batavia. Selanjutnya, pihak Banten membangun benteng pertahanan di sebelah barat Sungai Cisadane dan pihak Kompeni Belanda membangun benteng pertahanan di sebelah timur Sungai Cisadane. Itulah sebabnya, dulu daerah ini dikenal dengan nama Benteng, baru kemudian muncul nama Tangerang.


Dengan mengerahkan serdadu Kompeni secara besar-besaran, terutama serdadu sewaan yang berasal dari kalangan orang nusantara sendiri, dan taktik adu-domba (divide et impera), secara bertahap wilayah Kesultanan Banten jatuh ke tangan kekuasaan Kompeni Belanda. Mula-mula (1659) daerah sebelah timur Sungai Cisadane jatuh ke tangan Kompeni, kemudian tanah di sepanjang Sungai Cisadane sejak dari daerah hulu sampai ke muara dan daerah sebelah selatan Sungai Cisadane sampai ke Laut Kidul (Samudra Hindia) ditetapkan masuk ke wilayah Batavia (1684). Akhirnya (1809), Kesultanan Banten dihapuskan serta seluruh wilayahnya dimasukkan ke wilayah pemerintahan Hindia Belanda.


Sejak itu berakhirlah kedudukan Tangerang sebagai daerah tapal batas antara Banten dan Jakarta, karena seluruhnya berada di bawah kuasa pemerintah kolonial Hindia Belanda. Perubahan pemegang kekuasaan atas daerah Tangerang memberikan jalan bagi perubahan status daerah itu. Semula berstatus sebagai daerah rebutan antara Banten dan Batavia, Tangerang menjadi daerah tanah partikelir di bawah Batavia. Sepetak demi sepetak tanah di Tangerang dikuasai oleh pihak partikelir secara perseorangan dan perusahaan. Muncullah sejumlah tuan tanah di daerah ini yang umumnya terdiri dari orang Belanda dan orang Cina. Di samping menguasai tanah garapan dan lingkungannya, mereka juga menguasai penduduk yang bermukim di lahan itu. Penduduk setempat berkewajiban menggarap tanah milik tuan tanah dengan upah kecil, padahal mereka pun harus membayar berbagai pajak dan pungutan lainnya. Karena itu, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara tingkat kesejahteraan tuan tanah dan tingkat kesejahteraan penduduk pribumi. Selain itu, tuan tanah lebih berkuasa daripada pejabat pemerintahan pribumi.


Tuan tanah dilindungi dan dibantu oleh sejumlah mandor yang bertindak sebagai jawara dan berstatus sebagai pegawai tuan tanah. Keberadaan dan fungsi jawara dalam masyarakat Tangerang masa itu menjadi gejala umum dan ciri khas lingkungan tanah partikelir. Situasi dan kondisi demikian membentuk struktur dan karakter masyarakat tersendiri di lingkungan tanah partikelir. Pendidikan sekolah hampir tak tersentuh oleh bagian terbesar penduduk pribumi. Mereka mengutamakan pendidikan informal dari guru agama Islam secara individual, atau di pesantren-pesantren secara kelembagaan. Peran dan kedudukan orang keturunan Cina dan jawara dalam masyarakat Tangerang demikian berpengaruh besar terhadap suasana dan peristiwa selama revolusi kemerdekaan pada tahun 1945-1949. Pada masa itu orang-orang keturunan Cina di daerah ini pernah menjadi sasaran amuk rakyat sebagai tindak balas dendam, dan amarah terhadap mereka karena dicurigai membantu pihak kolonial. Pernah pula dibentuk pemerintahan mandiri oleh kalangan jawara yang berjiwa merah dan bersikap kiri. Pemerintahan ini tak mengakui Republik Indonesia. Mereka mendirikan negara di dalam negara.


Pada mulanya penduduk Tangerang dapat dikatakan hanya beretnis dan berbudaya Sunda. Mereka terdiri atas penduduk asli setempat, serta pendatang dari Banten, Bogor, dan Priangan. Kemudian (sejak 1526) datang penduduk baru dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan Cirebon yang beretnis dan berbudaya Jawa, seiring dengan proses Islamisasi dan perluasan wilayah kekuasaan kedua kesultanan itu. Mereka menempati daerah pesisir Tangerang sebelah barat. Keragaman etnis penduduk Batavia sebagai dampak kebijakan Kompeni Belanda di bidang kependudukan di Kota Batavia melahirkan ragam etnis dan budaya Melayu Betawi. Dinamakan demikian karena mereka berbicara dalam bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sosialnya dan bertempat tinggal di daerah Betawi, sebutan orang pribumi bagi Kota Batavia.


Penduduk etnis dan budaya Betawi ini menyebar ke daerah sekeliling Kota Betawi, termasuk daerah Tangerang. Mereka menempati daerah pesisir sebelah timur dan daerah pedalaman timur Tangerang. Kebijakan Kompeni tersebut melahirkan pula keturunan orang Cina dalam jumlah banyak di Kota Batavia yang menyebar ke daerah Tangerang sebagai dampak dari pemberontakan orang-orang Cina di Kota Batavia pada 1740 dan lahirnya status tanah partikelir. Keturunan orang Cina ini tersebar di daerah tanah partikelir, terutama di daerah pesisir Tangerang sebelah timur. Selanjutnya, kebudayaan mereka berasimilasi dengan kebudayaan Melayu Betawi. Dari pertemuan itu lahirlah jenis-jenis budaya yang bercirikan Melayu Betawi dan Cina yang kini populer disebut budaya Betawi, seperti teater lenong, tari topeng, dan lain-lain.


Dengan perkembangan penduduk seperti itu, peta penduduk dan budaya di Tangerang terbilang unik. Daerah Tangerang Utara bagian timur berpenduduk etnis Betawi dan Cina serta berbudaya Melayu Betawi. Daerah Tangerang Timur bagian selatan berpenduduk dan berbudaya Betawi. Daerah Tangerang Selatan berpenduduk dan berbudaya Sunda. Sedang daerah Tangerang Utara sebelah barat berpenduduk dan berbudaya Jawa.Dalam konteks keseluruhan pemerintahan di wilayah Tatar Sunda, kedudukan Tangerang mengalami beberapa kali perubahan dalam tingkat dan struktur pemerintahan.


Sebagaimana telah dikemukakan, pada awal abad ke-16 Tangerang berstatus sebagai salah satu kota pelabuhan dalam lingkungan Kerajaan Sunda. Pada masa itu kota pelabuhan berada di bawah kuasa seorang syahbandar yang bertanggung jawab langsung kepada raja Sunda. Pada masa Tangerang di bawah kuasa Kesultanan Banten (sejak tahun 1526), diberitakan bahwa sistem pemerintahannya berbentuk kemaulanaan dan pusat pemerintahannya berada di daerah pedalaman, yaitu di sekitar Tigaraksa sekarang. Ketika sebagian daerah ini jatuh ke tangan Kompeni (sejak 1659), demi keamanan pemerintahan di daerah ini dipimpin oleh seorang komandan militer (orang Belanda). Namun, ketika seluruh daerah ini berada di bawah kuasa Kompeni Belanda dan stabilitas keamanannya telah tercapai (sejak 1682) pemerintahan di daerah ini berbentuk kabupaten (regentschap) yang dipimpin oleh seorang bupati yang berasal dari kalangan penduduk pribumi. Pada 1809 terjadi perubahan sistem pemerintahan secara menyeluruh di Hindia Belanda yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal H.W. Daendels.


Tingkat dan struktur pemerintahan di daerah Tangerang berubah lagi. Kini Tangerang berada di bawah wilayah administrasi pemerintahan De stad Batavia, de Ommelanden, en Jacatrasche Preanger Regentschappen (Kota Batavia dan sekitarnya serta wilayah Jakarta-Priangan) yang kemudian disebut Keresidenan Batavia ( Suganda Wirananggapati, 1997). Daerah Tangerang disebut Batavia Barat dan berada di bawah perintah seorang Asisten Residen yang selalu dipegang oleh orang Belanda. Selanjutnya (sejak tahun 1860-an), daerah ini berstatus afdeling yang disebut Afdeling Tangerang yang tetap dipimpin oleh Asisten Residen. Daerah Afdeling Tangerang dibagi atas tiga distrik, yaitu Tangerang Timur, Tangerang Selatan, dan Tangerang Utara yang selanjutnya (sejak 1880-an) masing-masing disebut Distrik Tangerang, Distrik Balaraja, dan Distrik Mauk; lalu ditambah dengan Distrik Curug. Kepala distrik dipegang oleh orang pribumi yang jabatannya disebut demang, kemudian berubah jadi wedana. Tingkat dan struktur pemerintahan demikian di Tangerang berlangsung hingga akhir kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda (1942).


Pada zaman Jepang (1942-1945), Tangerang yang bertetangga dengan ibu kota pemerintah pusat Jakarta dipandang sebagai daerah strategis. Dengan demikian, tingkat dan struktur pemerintahannya dinaikkan jadi kabupaten, dan didirikanlah lembaga pendidikan militer (Seinendojo). Pembentukan Kabupaten Tangerang didasarkan Maklumat Jakarta Syu Nomor 4 tanggal 27 Desember 2603 (1943), sedangkan peresmiannya dilakukan pada hari Selasa, 4 Januari 1944, bersamaan dengan pelantikan R. Atik Suardi menjadi Bupati Tangerang pertama. R. Atik Suardi adalah aktivis yang kemudian (sejak akhir tahun 1920-an) jadi salah seorang pemimpin Paguyuban Pasundan, organisasi pergerakan nasional masyarakat Sunda. Ia pernah menjabat sebagai pembantu R. Pandu Suradiningrat di Gunseibu Jawa Barat.


Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 mendapat sambutan hangat dari para pemimpin dan masyarakat Tangerang. Wujudnya terdiri atas dua bentuk. Pertama, menegakkan kemerdekaan dengan cara membentuk pemerintahan daerah di Tangerang yang menunjang Proklamasi Kemerdekaan RI, mulai dari tingkat kabupaten ke bawah. Kedua, mempertahankan kemerdekaan dengan cara menentang dan melawan pihak asing dan antek-anteknya yang berusaha untuk menjajah kembali dan pihak yang mau mendirikan negara sendiri yang tidak mengakui keberadaan Republik Indonesia. Terjadilah revolusi kemerdekaan! Akhirnya, kedaulatan Republik Indonesia bisa ditegakkan di Tangerang.


Kedudukan Kabupaten Tangerang dikukuhkan kembali pada awal masa Republik Indonesia (19 Agustus 1945) dan berlaku terus hingga kini. Kabupaten ini jadi salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Sesuai dengan semangat dan tuntutan otonomi daerah serta perkembangan Kota Tangerang yang meningkat pesat, status pemerintahan di Kota Tangerang sendiri ditingkatkan. Tadinya kota itu adalah kota kecamatan, lalu jadi kota administratif, kemudian (sejak tahun 1993) jadi kotamadya (lantas jadi kota) yang kedudukannya setara dengan tingkat kabupaten. Dengan demikian, di Tangerang terdapat dua jenis pemerintahan daerah yang setara, yaitu Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.


Sementara itu, dengan berdirinya Provinsi Banten (sejak 1999), Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang pun jadi bagian dari wilayah Provinsi Banten. Seiring dengan program pembangunan yang dilancarkan sejak tahun 1968, Kabupaten Tangerang melaksanakan program ini setahap demi setahap. Dampak yang menonjol di Tangerang dari pelaksanaan program pembangunan ini adalah berubahnya segala bidang kehidupan masyarakat Tangerang. Semula mereka hanya mengandalkan kegiatan bidang pertanian, kemudian mereka mengerjakan berbagai bidang kegiatan ekonomi, terutama bidang industri, perdagangan, dan jasa yang tentu mengubah orientasi dan pola hidup masyarakat.


Sebagai gambarannya, kini di Tangerang terdapat beberapa kawasan industri, ditambah dengan Bandara Internasional Sukarno-Hatta. Hal itu kian meningkatkan mobilitas penduduk, bahkan migrasi penduduk. Ke dalam daerah Tangerang, terutama daerah perkotaannya, masuklah banyak penduduk baru yang berasal dari luar, baik dari kawasan lain di Pulau Jawa maupun dari luar Jawa, ataupun orang asing. Karena itu, etnis dan budaya penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi tersebut kian memperkokoh Tangerang sebagai daerah pertemuan berbagai etnis dan budaya. Kita harapkan dalam kondisi keragaman etnis dan budaya itu, Tangerang menjadi daerah yang penduduknya hidup rukun, damai, sejahtera, dan tak tercerabut dari akar budayanya. Dengan berkembanganya pembangunan yang sangat pesat di berbagai bidang telah mendorong perkembangan wilayah di kabupaten Tangerang.


Pada tahun 1993 dibentuklah kotamadya Tangerang yang kemudian disusul dengan pemindahan Ibukota Kabupaten ke Kecamatan Tigaraksa sesuai dengan keputusan Pemerintah tahun 1995. Seiring dengan pesatnya pembangunan di Kabupaten Tangerang telah mendorong perkembangan di sektor lainnya, di sektor pemukiman tumbuhnya Kota Mandiri di daerah Serpong dan Karawaci, yang menyediakan kebutuhan perumahan dari berbagai tipe. Di sektor pendidikan telah adanya pusat pendidikan baik pendidikan dasar, menengah ,lanjutan dan kejuruan serta Universitas swasta maupun universitas dengan standard Internasional.


Di daerah Serpong terdapat Pusat Penelitian Teknologi, Puspitek Serpong. Di daerah Curug terdapat PLP Curug sebagai kawah candradimuka bagi pelatihan penerbangan yang telah meluluskan lebih dari 2000 siswa sejak tahun 1958. Perkembangan industri yang cukup signifikan dalam masa sebelum krisis ekonomi nasional telah memacu keberadaan kawasan industri seperti yang terdapat di kawasan Kosambi , Cikupa dan Balaraja. Investasi di kabupaten Tangerang merupakan salah satu yang terbesar di propinsi Banten lebih dari 1,2 milyar dollar tertanam di kabupaten Tangerang. Limpahan industri saat ini merupakan sektor dominan di Kabupaten Tangerang. Luas lahan industrinya mencapai kurang lebih 3.398 Ha yang terdiri dari kawasan industri dan zona industri. Jumlah perusahaannya sampai tahun 2000 mencapai 655 buah dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 200.644 orang.


Sehingga sebagian besar penduduk Kabupaten Tangerang memiliki pekerjaan di sektor industri ini. Dalam hal Pemukiman, saat ini Kabupaten Tangerang memiliki empat buah perumahan skala besar, yaitu Bumi Serpong Damai (BSD) dengan luas areal ± 6.000 Ha, Alam Sutra (PT. Alfa Goldland) dengan luas ± 700 Ha, Citra Raya (PT. Citraland Estate) dengan luas ± 3.000 Ha dan Bintaro Raya (PT. Jaya Real Property) seluas ± 1.500 Ha. Belum lagi maraknya kawasan pergudangan strategis di kecamatan kosambi sebagai bufferstaat (penyangga) Bandara , hal tersebut ditunjang dengan sarana dan prasarana seperti Jalan Tol Jakarta - Merak, Jalan Kereta Api Jakarta - Rangkas, Bandara Soekarno Hatta dan kemudahan transportasi Tangerang - DKI Jakarta.


Kabupaten Tangerang juga meyimpan potensi disektor pendidikan, dimana banyak berkembang perguruan tinggi baik itu negeri maupun swasta. Keberadaan Perguruan tinggi ini merupakan potensi untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan hanya di Kabupaten Tangerang sendiri, namun juga dapat melayani penduduk daerah lainnya. Hakekat otonomi daerah adalah pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah, dimana dengan kewenangan tersebut pemberdayaan masyarakat dan sumberdaya daerah dapat ditingkatkan.


Dari potensi melimpah ruah daerah terutama di kawasan pantura, muncul eforia obsesi yang mengharapkan pemanfaatan Hutan bakau dan pesisir dikawasan konservasi pantura Kabupaten tangerang tersebut yang kini sebagian terkena abrasi air laut dan menjadi tambak ikan warga setempat. Pantai Kabupaten Tangerang yang panjangnya sekitar 52 km mengalami abrasi parah. Abrasi pantai kabupaten Tangerang itu sendiri terjadi di 11 desa yang berada di tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, Mauk, Kronjo, Paku Haji, dan Suka Diri. Lebar pantai yang terkikis sekitar 15-50 meter dan luas pantai yang terabrasi mencapai 193 hektar lebih. Dua puluh enam persen luas pantai telah terkikis.Abrasi di pantai Tangerang, merupakan akibat penggalian pasir yang terus terjadi. Pasir pantai digali untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan di Jakarta dan Tangerang. Meskipun sudah dilarang Pemerintah Kabupaten Tangerang, penggalian pasir di wilayah tersebut masih sering terjadi.


Fasilitas - fasilitas pendukung seperti rumah sakit, sarana telekomunikasi, sarana perhubungan yang cukup baik seperti jalan raya antar propinsi maupun jalan ke tingkat desa - desa sampai kepada prasana transportasi seperti terminal, pasar tradisonal dan modern dan lain-lain telah tersedia di kabupaten Tangerang. Sarana pengairan untuk pertanian, supply listrik dan gas juga telah mencukupi di kabupaten Tangerang. Kawasan pariwisata di kabupaten Tangerang juga telah dikembangkan secara baik misalnya wisata ziarah, wisata belanja, wisata budaya dan wisata air seperti kepulauan Cangkir, Pantai Dadap yang terkenal dengan restoran seafood-nya.


Sarana akomodasi yang ada di kabupaten Tangerang juga telah tersedia mulai dari hotel berbintang hingga hotel yang berkelas melati. Sektor perdagangan dan jasa termasuk cukup cepat tumbuhnya, usaha perbankan sebelum krisis ekonomi cukup berkembang. seperti tumbuhnya kantor-kantor cabang perbankan di Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang memiliki Bandara Udara Internasional Soekarno - Hatta dan juga memilki lapangan terbang Pondok Cabe yang terletak di kecamatan Ciputat. Kabupaten Tangerang telah mengalami 19 pergantian kepemimpinan sejak tahun 1943 sampai bupati yang saat ini H. Ismet Iskandar. Di bawah kepemimpinan beliau dan tepat di era reformasi ini Tangerang berharap dapat semakin meningkat dalam perkembangannya tentunya dengan dukungan segenap lapisan masyarakat kabupaten Tangerang. Karena keberhasilan pembangunan tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja namun masyarakat harus ikut serta berperan serta aktif di dalamnya sehingga hasil - hasilnya dapat dinikmati secara adil dan merata.


Abad ke 21 merupakan era baru dalam percaturan pertumbuhan perekonomian dunia, kabupaten Tangerang dalam kedudukannya sebagai daerah penyangga ibukota dan pusat pertumbuahan ekonomi, perdagangan, pemukiman dan jasa harus selalu siap mengantisipasi kemungkinan perubahan yang terjadi di era ini, kini Kabupaten Tangerang yang produktif dan berkualitas tengah menyongsong Cakrawala Baru menuju ke arah Tangerang Gemilang. DARI BERBAGAI SUMBER DISARIKAN OLEH B. OESMAN DAN MENJADI PEMENANG KE-3 LOMBA PENULISAN ESSAI MEDIA TANGERANG

22.11.07

ADENG


“Perbanyaklah hal-hal yang dapat menjauhkan kamu dari keinginan yang pasti akan binasa, sehingga kamu memusatkan perhatian bagi kemaslahatan hidup yang abadi.” ***


MENGENAL Pa’ Adeng merupakan salah sebuah bonus dalam perjalanan hidupku. Betapa tidak, bersama-sama dengan beliau, begitu banyak hal yang ajaib, begitu banyak wawasan yang kuperoleh. Banyak aspek darinya yang sudah dan bisa dikupas. Beliau bak mata air yang tak kunjung asat, meski ditimba terus-terusan. Meski beliau orang besar, aku ingin menceritakan hal-hal kecil yang ia lakukan, yang justru membuat kekagumanku mengkristal. Hal-hal kecil yang mungkin luput dari amatan orang lain. Hal-hal kecil yang kadang justru merupakan ekspresi sifat asli seseorang, di luar hal-hal besar yang acap telah dengan rapi dibaluti kosmetika, dipolesi akting—oleh sebagian orang yang lain.

Pa’ Adeng sesungguhnya memiliki nama asli dengan initial III (triple I). Sekalangan pakar pernah mengatakan bahwa anak yang diberi nama dengan initial kembar, berkecenderungan besar untuk menjadi populer, sukses dan kharismatik. Fenomena itu ditampakkan oleh beberapa pesohor semisal: Brigitte Bardot, Helen Heyes, Claudette Colbert, Greer Garson, Jennifer Jones, Donald Daughlas, Douwes Decker, Charles (Charlie) Chaplin, Ronald Reagan, Marie de’Medisi, Christopher Columbus, Calvin Coolidge, Thomas Tolfor, Wilhem Wundt, Clausius Clay (kelak: Muhammad Ali), Alexander Agung, Mahathir Muhammad, Andre Agassi, dan masih banyak lagi.



Rata-rata nama yang kebetulan keingat tadi meski kembar namun hanya double initial, sedangkan Pa’ Adeng memiliki triple initial. Namun, jujur saja, bukan lantaran memiliki nama yang abjab pertama kembar itu, jikalau dikemudian hari saya berketetapan untuk total men-support beliau.


>>>^<<<


PA’ ADENG punya tiga anak. Putra-putri-putra, sendang diapit pancuran. Tiga-tiganya tidak pernah mempertunjukkan diri sebagai anak pejabat tinggi. Sekolahnya baik, kelakuannya baik, etikanya baik, dan wataknya baik. Terhadap ketiga anak tadi, Pa’ Adeng dan istrinya yang sudah tentu Bu Adeng, mewariskan tabiat dan rasa tanggung-jawab yang tebal.

Sebuah kejadian kecil yang sempat kusaksikan adalah: Meski siapapun yang ada di tanah ini maklum bahwasanya Pa’ Adeng merupakan tokoh yang begitu besar kontribusi dan pengorbanannya bagi tim sepakbola daerah, saat akan menonton tim tersebut yang bertanding di kandang, putra sulung beliau masih saja membeli tiket di loket. Tiket untuk tribune terbuka pula. Padahal, di tribune utama yang beratap, penuh sesak, meski tiket yang terjual cuma beberapa lembar.

Dua pancuran yang posturnya nurun sang Ayah, membuat pepatah lama yang berbunyi ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ menjadi nyaris tak terbantahkan. Yang sulung, Kiki, maupun yang ragil Ruli, tidak merokok dan lebih memilih minum air putih. Di saat anak-anak pembesar akan merasa jayus habis jika tidak dugem dan ngedrugs, mereka malah cenderung belajar meniti karir. Si sulung memulai karir dengan belajar menjadi sub-kontraktor yang berpagu 20-an juta rupiah, itupun diam-diam, takut ketahuan bapaknya. Sedang si ragil, belajar hidup dengan mengorganisir parkir. Sudah pasti si kecil hanya kebagian lahan parkir kecil, karena yang besar sudah habis dimakan oleh orang-orang ‘besar’.



Dan yang paling mengharukan adalah saat saya menyaksikan adegan yang sungguh dramatis antara bapak dan anak, dua tahun lampau. Saat itu, kami semua terlibat dalam satu hajat di mana Pa’ Adeng maju sebagai salah satu kandidat untuk posisi yang beliau pegang sekarang. Dalam pergulatan yang sungguh teramat menyerap konsentrasi, pikiran dan perasaan itu, menjadikan hampir semua dari kami berada di suasana yang penuh tekanan.

Sehingga tanpa sadar, acap kami lepas kendali dalam gerak dan kerap bersuara dengan gusar. Kiki termasuk yang mengalaminya, meskipun untuk ukuran sebayanya, ia boleh dibilang sudah jauh lebih matang. Beberapa kali Pa’ Adeng merasa bahwa Kiki menggunakan suara dengan volume yang terlalu tinggi terhadap anaknya, yang adalah cucu kesayangan Pa’ Adeng. Sehingga pada satu ketika, tanpa menyadari kehadiran saya di sekitar mereka, Pa’ Adeng menegur Kiki, “ … Ki, Kiki stress karena Ayah nyalon bupati ? Kalau sekiranya pencalonan Ayah akan menyebabkan anak-anak Ayah berubah, stress dan marah-marah, Ayah akan mundur dan membatalkan saja pencalonan itu. Bagi Ayah, kalian lebih berharga dari jabatan apapun…”

Duh. Bukan Pa’ Adeng saja yang bicara dengan mata berkaca. Bukan hanya Kiki saja yang tertunduk di hadapan ayahnya dengan mata berkaca. Saya yang diijinkan Allah swt untuk menjadi saksi percakapan tersebut pun takjub dengan mata berkaca.


>>>^<<<


BUKAN sekali dua, orang melihat mata Pa’ Adeng belakangan ini sering berkaca-kaca. Ya, dua tahun sudah sosok gagah yang rada-rada mirip Kumpeni itu menduduki posisi yang persiapannya sempat bikin berat badanku hilang dua puluh kilogram itu. Banyak yang bertanya padaku, kok Pa’ Adeng begitu ? Jujur, saya pun sama tidak tahunya. Tapi yang pasti, meski beliau sering terkesan galak, sesungguhnya perasaannya amat peka dan halus, intuisinya teramat tajam.

Pa’ Adeng adalah pemimpin yang merintis karirnya dari dasar. Meski sempat menumpang lahir di daerah sedikit ke Barat, ia adalah anak bumi-putera. Sepanjang titian karirnya yang mendaki setapak demi setapak, ia merasakan kegundahan yang kian hari kian mengusik tidurnya. Apalagi, di awal karirnya, ia mempersunting dara daerah ini yang meski putri orang yang sangat terpandang, tak segan mendampinginya menjelata. Sang istri pun membantu karir Pa’ Adeng dengan memberikan sumbangsih yang luar biasa, amat sangat luar biasa.

Kegalauan yang menumpuk menggunung seiring perjalanan karirnya, menghadirkan kegelisahan. Kegelisahan yang mengkristal itu menjelma menjadi godam yang memecah temaram jiwa dan menggelegar menjadi bahana yang terus menerus memanggil hatinya. Panggilan hati itu pun yang ia turuti saat maju dalam proses suksesi. Dan karena niatnya adalah mengabdi, adalah ibadah, maka yang ia lakukan semata-mata adalah memohon doa dan restu. Bukan pada satu tokoh yang merasa dirinya adalah King’s Maker. Bukan pula pada paranormal, dukun atau bahkan para abnormal. Tapi pada banyak ulama dan rakyat biasa. Maka jadilah ia maju dalam pemilihan dengan diantar, dikawal, dijaga, diiringi oleh doa dan shalawat ratusan ulama yang sederhana, inosen dan mustajab.

Tapi, waktu dua tahun bukanlah rentang yang cukup untuk menuntaskan segala kegundahan, mengentaskan seluruh kegelisahan, dan mewujudkan semua impian dan obsesi beliau. Apalagi dengan keterbatasan ini itu, yang menghambat akselerasi. Apalagi dengan riak ini itu yang mencoba menjadi onak-duri.

Barangkali itulah sebabnya, sesaat menjelang diresmikannya dua bangunan monumental, Pa’ Adeng sering kelihatan berkaca-kaca. Masjid Al-Amjad dan Tangerang Islamic Center adalah prioritas utama beliau disamping persoalan pendidikan dan prasarana jalan. Dan itu sangat logis. Al-Amjad akan menjadi monumen abadi dari perjalanan kepemerintahan yang manipulatif. Mesjid itu tidak kunjung jadi bukan lantaran faktor finansial. Mesjid agung di Tigaraksa itu harus menunggu 12 tahun untuk hadirnya satu komitmen yang tegas bagi penyelesaian pembangunannya.

Bagi Pa’ Adeng, monumen yang juga menjadi landmark itu jauh lebih baik dalam wujud sebuah mesjid, daripada berupa airmancur menari, tugu pencakar langit, jembatan penyeberangan yang salah tempat, maupun gerbang-gerbang raksasa yang sesungguhnya cuma space iklan.

Sementara terhadap Islamic Center, jelas bahwa Tangerang yang agamis harus mewujud konkrit. Lagi pula, umaro yang baik adalah yang senantiasa berada di pintu ulamanya. Islamic Center disamping sebagai sentra syiar dan dakwah, sentra kebudayaan Islamiah, ia adalah ‘rumah’ para ulama kita –ia adalah sentra silaturrahim ulama, umaro dan ummat kita.


>>>^<<<


TANPA terasa, dua tahun berlalu sudah. Dua monumen mewujud sudah, secara fisik. Padahal, dua tahun ini begitu banyak perubahan ideologis, filosofis dan non fisik lainnya yang telah tertata. Banyak yang tak terbaca, tak tertangkap mata. Mereka hanya bisa tertangkap rasa. Pa’ Adeng pun sepertinya sengaja tidak mempermaklumkannya dalam propaganda. Tapi, siapapun tahu, orang yang seperti apa yang berani ‘melabrak’ gubernur, menteri, ketua umum pssi…, ah.

Tulisan ini sengaja didedikasikan bagi Pa’ Adeng, sebagai ucapan selamat atas selesainya pembangunan fisik Mesjid Al-Amjad dan Tangerang Islamic Center. Semoga Allah mencurahkan limpahan rahmat, hidayah, kesehatan dan umur panjang serta rezeki baginya.

Dan akhirnya, saya menutup empati ini dengan satu renungan. Jika dengan tiga huruf I saja, beliau sudah begitu arif dan cemerlang, bagaimana jika nama beliau adalah sape’i ? THERIQA 050805


*** Sabda Rasulallah Muhammad SAW.
** Adeng adalah nama kecil dari H. Ismet Iskandar, Bupati Tangerang

AGATHA CHRISTIE dan SAYA

Bertahun-tahun lamanya saya mengoleksi buku Agatha Christie (AC). Semua bermula dari kesukaan saya pada Hercule Poirot yang berhasil mengelabui empat penjahat kaliber dunia dalam Empat Besar, buku pertama yang saya baca saat berusia 14 tahun.
Saya terpukau pada kecerdasan AC menciptakan “sel kelabu” yang katanya ada pada setiap otak manusia, asal mau mengasahnya. Karena uang saku yang sangat minim, saya tak dapat memanjakan diri dengan membeli buku-buku AC di dua toko buku besar yang waktu itu ada di kota saya.
Untungnya, salah satu toko, “Banten Membangun”, mengizinkan pengunjungnya membaca buku yang mereka pajang. Alhasil, sepulang sekolah, saya akan diam-diam membuka-buka buku AC dan melahapnya dalam keheningan mencekam, meskipun dengan risiko dimarahi ibu karena pulang terlambat.
Dua judul yang saya ingat adalah Dan Cermin pun Retak dan Buku Harian Josephine. Untunglah tak lama, seorang teman baru di SMP, Andre, memiliki banyak koleksi AC yang memenuhi lemari buku di kamarnya. Saya sempat meminjam (tanpa sempat mengembalikan) dua buku AC; Pembunuhan atas Roger Ackroyd dan Buku Harian Josephine yang saya baca ulang karena belum mengerti isinya.
Seorang teman saya, Sofie Dewayani, ikut andil dalam menerbitkan kembali minat saya terhadap buku-buku AC, setelah saya dewasa. Dari sekitar 60 buku yang sudah saya baca, Mawar Tak Berduri (MTB)—yang belum saya miliki—adalah karya AC yang paling membuat saya tergetar setelah Mereka Datang ke Bagdad (MDKB), Pena Beracun (PB), Hotel Bertram (HB), Pria Berstelan Coklat (PBC) dan Misteri Kereta Api Biru (MKAB).
Selain MDKB yang diterjemahkan oleh A. Rahartati Bambang Haryo, lima buku lainnya diterjemahkan Ny. Suwarni A.S. Bagi saya, Ny. Suwarni A.S. adalah penerjemah terbaik buku-buku AC. Beberapa penerjemah karya AC lainnya yang saya ketahui, yaitu Mareta, Lily Wibisono, Lanny Wasono, Indri K. Hidayat, Tanti Lesmana, dan Dra. Gyani Buditjahja. Sejauh ini, hasil terjemahan Ny. Suwarni yang saya anggap sangat mengalir dan lancar. Ia paling banyak menerjemahkan buku-buku AC.
MTB adalah kisah tragis berlatar belakang roman percintaan. Tokoh perempuan cantik bak mawar hutan tak terjamah mati di usia sangat muda meninggalkan orang-orang yang patah hati karena kehilangannya. Ketegangan luar biasa muncul ketika Eleanor, perempuan cerdas dan mandiri yang begitu membenci korban karena menyebabkan tunangannya berpaling, duduk di meja tersangka dengan segudang bukti yang terlalu mudah ditemukan, membuat Poirot curiga. Poirot berjuang keras mengungkap kebenaran. Mawar tak berdurilah—saya tidak tahu sebelumnya bahwa ada mawar yang tak berduri—yang membantunya memecahkan kasus itu, dan membebaskan orang tak bersalah dari hukuman berat.
Di awal kisah saya merasa tergetar oleh kesan roman yang begitu kuat dan memukau. Kematian perempuan muda, cantik lagi baik itu terasa menyakitkan, sehingga setelah tuntas membacanya, saya menghibur diri bahwa tidak semua yang kita inginkan harus terjadi. Saya ingin sekali perempuan itu tidak mati, tetapi tidak terjadi. Mungkin bila kejadiannya seperti yang saya inginkan, kesan yang saya rasakan takkan sekuat itu atau malah akan jadi cerita seru tanpa kesan apa pun. Mungkinkah kisah cinta berakhir tragis yang membuat saya begitu terkesan akan MTB? Entahlah.
Dalam MDKB dan MKAB kisahnya berlatar belakang petualangan seru yang brilian dengan sedikit sentuhan roman berakhir bahagia. Tokoh Victoria Jones dalam MDKB adalah perempuan muda yang sangat intuitif, sedikit kocak dan cerdas, sedangkan Katherine dalam MKAB adalah tokoh aneh yang paling saya kagumi karena keteguhan karakternya. Ada satu kalimat cukup berkesan ketika Victoria mendapati Edward yang semula digilainya ternyata seorang penjahat kelas atas yang memanfaatkannya; “Lucifer, Putra sang Fajar, betapa engkau kini jatuh?”, seolah dengan begitu segala perasaan yang semula menguasainya hilang tak berbekas.
AC sangat lihai mengedepankan tokoh perempuan tangguh, meskipun keselamatan menjadi taruhan. Victoria digambarkan sebagai seorang perempuan cerdas yang mampu menata ulang perasaan dan mengendalikan rasa takutnya hanya dalam hitungan detik.
Dalam MKAB, Poirot bekerja sama dengan Katherine yang tampil sebagai sosok bermata kelabu istimewa mengungkap kasus perampokan permata berkedok pembunuhan. Katherine yang menghabiskan sebagian besar hidup dengan mendengarkan, karenanya tak mudah berbicara, adalah jenis perempuan yang tak mudah terintimidasi. Dalam MKAB, sekali lagi sel kelabu Poirot menuntunnya pada penjahat kaliber dunia yang licik dan kejam sekaligus membebaskan Derek Kettering dari segala tuduhan.
HB adalah kasus Ms. Marple yang paling menegangkan. Biasanya kasus-kasus Ms. Marple selalu sederhana berlatar pedesaan. HB seolah menghadirkan Ms. Marple yang lain dan berbeda. Dalam HB dikisahkan aksi sekelompok penjahat andal yang menjadikan hotel itu sebagai pusat aksi mereka. Padahal sepanjang tahun orang-orang penting dan terkemuka mengunjungi hotel itu untuk menikmati liburan yang tenang dan tenteram. Dengan kecerdasan dan intuisinya, Ms. Marple mencium adanya skandal besar di hotel itu. Di akhir cerita, terbukti bahwa hampir seluruh staf hotel adalah anggota komplotan perampok besar yang dimotori oleh seorang Lady terkemuka dan Hotel Bertram menjadi tempat ideal untuk berlindung dari kecurigaan pihak berwenang.
PBC mengedepankan Anne Beddingfield, seorang perempuan sebatang kara, kuat, cerdas dan mandiri yang ingin melihat dunia. Dengan sedikit nasib baik dan percaya diri sangat besar, Anne berhasil bertualang melintasi samudera yang membuatnya terseret arus pusaran intrik tingkat tinggi. Tokoh antagonisnya ditampilkan sebagai orang tua lemah yang tak disangka-sangka menjadi penjahat dan pembunuh berbahaya.
Dalam PB, Ms. Marple tampil menjelang akhir cerita. Agak tak biasa memang, tapi AC seolah ingin lebih banyak menampilkan karakter-karakter lain, mungkin agar pembaca tak mudah bosan. Suasana pedesaan yang tenang-tenteram berubah geger setelah terjadi pembunuhan sadis di sebuah rumah. Yang menarik dalam PB adalah tokoh Megan, seorang gadis lulusan SMU yang digambarkan AC sebagai gadis cukup cerdas namun tak memedulikan penampilan; menurut Jerry, salah satu tokoh dalam PB, jika ia senang atau sedih, wajahnya sering tampak seperti kuda atau anjing.
Dalam beberapa karyanya, AC sering mengasosiasikan wajah seseorang dengan hewan tertentu. Beberapa teman dekat saya berpendapat bahwa karya-karya AC tidak terlalu “bergizi”, terlebih setelah mereka tahu bahwa Tirai adalah semacam autobiografi AC yang berganti “peran” menjadi Poirot yang membunuh diri di akhir kasus yang ditanganinya. Kalau pernah menonton film Agatha, tak salah jika Anda menyangka film itu sebagai kisah nyata kehidupan AC yang pernah mencoba bunuh diri setelah suami pertamanya berselingkuh dengan sekretarisnya. AC selamat berkat campur tangan seorang wartawan yang diam-diam mencintainya.
Setelah bercerai AC menikah lagi dengan Max Mallowan, seorang arkeolog masyhur. Beberapa bukunya terbit berdasar pengalamannya mengikuti perjalanan sang suami ke beberapa negara Timur Tengah. Rumah tangga dengan suami kedua ini berumur panjang, kalau tak salah hingga kematian. Saya tidak kecewa dengan kisah hidupnya yang suram itu.
Saya pikir setiap manusia pasti mengalami satu atau beberapa kali masa “gelap” yang menandai bahwa kita hanya manusia biasa, bisa sangat rapuh atau sangat kuat saat didera berbagai masalah, tak terkecuali AC, meskipun saya agak kecewa karena ia berani “membunuh” Poirot dalam Tirai.
Saya suka cara Poirot atau Ms. Marple menyelesaikan kasus-kasusnya, tak mudah ditebak, rumit, namun sistematik dan mengandalkan kelogisan serta kejernihan pikiran. Kesamaan metode mereka dalam menyelidiki kejahatan dengan membiarkan orang berbicara banyak-banyak mengenai apa pun. Saya pun menyukai jalinan kisah antar-manusia yang disuguhkan dengan sederhana dan menarik dalam bukunya.
AC berperan cukup besar dalam proses kepenulisan saya, meskipun saya tidak menulis cerita-cerita misteri. Satu hal paling kuat dalam karya AC adalah sisi psikologis tokoh-tokohnya yang digarap dengan baik. AC mampu menggambarkan sifat manusia yang secara umum sama di belahan bumi mana pun, dengan sangat menarik dan cukup logis.
Karena berpengalaman dengan buku-buku AC, saya sudah pintar menebak bahwa nama Charles atau Derek identik dengan sifat tidak bisa dipercaya dan flamboyan; Alfred dan Bantry biasanya menjadi tokoh patuh yang lamban dan membosankan. Untuk perempuan, AC biasanya menulis Joanna atau Arlena untuk tokoh manja, kaya dan sering gonta-ganti pasangan; Lydia biasanya mewakili tokoh perempuan utama yang cerdas dan efisien; Hilda untuk perempuan yang sering kali menjadi “ibu” bagi suaminya.
Apa yang saya dapatkan dari membaca buku-buku AC? Salah satunya adalah penilaian diam-diam yang sering saya lakukan atas diri teman-teman berdasar intuisi dan pengalaman membaca AC. Mungkin agak naif, tapi percaya atau tidak, sering kali penilaian saya tak terlalu meleset. Suami saya sering heran dengan kenyataan itu, tapi mungkin juga tidak sepenuhnya demikian.
Seorang sufi dan irfan yang hidup berabad-abad lalu pernah berwasiat, “Jadikanlah yang telah terjadi sebagai contoh bagi yang akan terjadi, sebab segala sesuatu banyak mengandung persamaan”. Bagi saya, hal itu benar adanya. Mungkin AC pun mengetahui hal itu dan memahaminya dengan baik. Siapa tahu?
Sel kelabu adalah hal misterius bagi saya. Setelah puluhan buku AC saya baca, saya tak terlalu yakin bisa menerangkan sel kelabu dengan tepat sesuai maksud penulisnya. Sel kelabu bisa jadi bagian dalam sel-sel otak yang jumlahnya miliaran, berupa titik terang jika kita sering berpikir teratur dan sistematik mengenai sesuatu. Mungkin sel kelabu memang ada pada semua orang, namun hanya sedikit yang menyadari keberadaannya.
Pada buku MTB, sel-sel kelabu Poirot menuntunnya ke tengah-tengah rumpun mawar tak berduri yang menjadi kunci segala pertanyaan membingungkan. Tapi bisa jadi itu hanya rekaan, karena hanya pada Poirot-lah sel kelabu itu dinisbahkan. Rasanya saya berani bertaruh bahwa AC sendiri tak tahu persis apa makna sel kelabu yang tidak ada pada Ms. Marple atau Tuppence dan Tommy, pasangan detektif yang beberapa kali muncul sebagai tokoh utama buku AC. Mungkin karena Poirot sering digambarkan demikian perfect dan agak sok, sehingga julukan-julukannya pun harus agak melangit alias tidak biasa.
Lama-kelamaan saya makin pintar menebak tersangka dalam buku AC, mungkin karena sudah makin berpengalaman membaca buku-bukunya. Kelemahannya, kalau boleh saya bilang begitu, adalah plot yang hampir-hampir mirip meskipun tak sama benar antara buku satu dengan buku lainnya. Walaupun demikian, saya selalu bisa merasakan kelancaran kata atau menemukan ketinggian budaya suatu bangsa yang ia beberkan dalam karya-karyanya, seperti pada Nemesis, Pembunuhan di Mesopotamia, Ledakan Dendam, dan lain-lain.
Dalam karya AC juga saya temukan penghargaan tinggi terhadap kehidupan, kemanusiaan, dan kesederhanaan. Kebetulan saya rasa, jika kemudian ia meramunya dalam kisah misteri. Dengan membaca dan mendalami karya-karyanya, timbul keyakinan dalam diri saya bahwa hidup adalah realita tidak mudah dan sering menciutkan nyali, tetapi kita tetap harus melanjutkan hidup yang penuh dengan pilihan dan kemungkinan ini, mungkin untuk bersaksi atas segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita, atau untuk belajar merasakan luka agar tak mudah melukai, kemudian menuangkannya dalam bentuk karya.
Baru-baru ini terpikir oleh saya, jangan-jangan AC seorang penyokong feminisme pada zamannya. Kesimpulan ini saya ambil karena dia kerap menampilkan tokoh-tokoh perempuan mandiri, cerdas, bervisi, berkarakter. Bukankah sosok feminis zaman sekarang selalu ditampilkan dalam ciri demikian? Tetapi bisa jadi ia hanya mencitrakan sosok-sosok yang diinginkannya. Kalaupun demikian, terima kasih Christie! SEPTINA FERNIATI 010704

21.11.07

Condeleren: DEVILYA (EMC FM)


“MOSI-MOSI, SITU OKE...?”


SABTU pagi itu, meski ombak di sejumlah pantai utara pulau Jawa kembali mengganas, namun langit di Tangerang semestinya cerah. Angin pun bertiup sepoi-sepoi saja. Suasana yang mendukung untuk mengadakan perjalanan dalam musim liburan seperti ini. Namun siapa nyana, seorang gadis yang begitu manis, justru memilih hari tersebut untuk perjalanan panjangnya, bahkan dimulai pada pagi sekali, sesaat setelah semburat di ufuk menyungging fajar.

“Jangan panggil aku Lia, namaku Devil.” Begitu ujarnya saat pertama ia memperkenalkan diri lima tahun yang lalu. Tentu banyak yang menyangka bahwa nama yang ia sebut semata-mata hanyalah ‘nama udara’ belaka. Tak sedikit pun orang akan langsung percaya nama yang begitu horor itu merupakan penggalan depan namanya, nama aslinya. Saat itu, Devil termasuk penyiar yang paling dirindukan oleh para pendengar EMC FM, yang sebagian besar fans-nya adalah anak muda, anak sekolahan. Karenanya, ia sering disapa sebagai Kak Devil dalam kontak interaktif dengan para pendengarnya itu.

Devilya yang sangat Devil ini, memasuki dunia broadcast pada awal 2001, sesaat sebelum relaunching EMC FM, dan ia sangat menikmati dunia barunya tersebut. “Saya tahu konsekuensi sebagai penyiar, tapi ini obsesi saya,” begitu tuturnya. Salah satu konsekuensi sebagai penyiar yang ia maksud adalah pendapatan yang relatif kecil meski dituntut disiplin waktu yang ketat.


Menjadi penyiar adalah obsesinya bukan karena ingin ngetop, tapi karena keinginannya yang besar untuk bisa menghibur banyak orang. Dan nyatanya, para pendengar setia yang jumlahnya ribuan di acara GIF, Gita Indonesia Favorit yang tayang setiap hari pukul 14.00 – 16.00, dan EMC’s Today pada 16.00 – 18.00, memanglah sangat terhibur. Meski kemudian ia menjadi begitu polpuler, Devilya tetaplah menjadi sosok Kak Devil yang begitu bersahaja.

Bahkan, sungguh banyak yang tidak menyangka jika membandingkan siarannya dengan pembawaannya di luar studio. Suaranya begitu ceria, yang sanggup menyemangati orang, meredakan gundah gulana, mendinginkan amarah, menghadirkan gelak tawa di speaker radio. Sementara di luar, ia hanyalah gadis yang inocent dan cenderung introvert. Di samping keinginannya yang begitu kuat untuk membahagiakan orangtua dan adik-kakaknya, Devil justru cenderung memendam persoalan dan kegundahan untuk dirinya sendiri. Devil lebih memilih menulis di buku hariannya, ketimbang curhat pada teman-temannya. Orang di sekelilingnya hanya tahu Devil yang care, hanya tahu Devil sering migren, tapi sangat sulit untuk bisa tahu apa yang sedang berkecamuk di pikirannya, di kepalanya.

Mosi-Mosi, situ oke ?, kita?—situ ama centong!, dan masih banyak sapaan khasnya, mendadak hilang dari udara saat Devil memilih mundur untuk konsentrasi pada pekerjaan barunya di Merdeka Plaza akhir 2006 lalu. Ia memilih untuk lebih realistis dalam menjalani hidup. Meski siaran tetap memberinya kebahagiaan, ia mengalah terhadap tuntutan kebutuhan. Dan kebutuhannya yang terbesar pada saat-saat terakhir adalah membahagiakan kedua orangtuanya.

>>^<<


SABTU itu udara begitu cerah. Angin hanya bertiup sepoi-sepoi. Namun angin yang berhembus lembut itu jualah yang telah mengajak Kak Devil yang manis untuk memulai perjalanannya menuju tempat terindah untuknya beristirahat. Tempat di mana semua akan terhibur dengan kehadirannya, tempat di mana semua akan khusyuk mendengar renyah suaranya, tempat di mana tak akan ada lagi gundah di sanubarinya, tempat di mana migren tak lagi mendera kepalanya, tempat di mana semua akan menyambutnya hangat seraya berujar, “Mosi - Mosi...”

Sabtu itu, 14 Juli 2007, kita telah kehilangan seorang teman, sahabat, adik yang begitu baik. Have a nice weekend, have a nice trip, adikku. Di hati kami kamu bukanlah devil, you are an angel. Batman 150707