24.11.07

Kabupaten Tangerang dalam Perspektif


KABUPATEN TANGERANG, wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Serang, Bogor, dan DKI Jakarta dengan luas wilayah 111.038 Ha. Kabupaten Tangerang menjadi lokasi strategis jalur lintas interaksi Jawa - Sumatera dengan dapat ditempuhnya melalui jalan tol Jakarta Merak. Sebagai daerah yang merupakan penyangga ibukota, wilayahnya berkembang sebagai daerah pemukiman, perindustrian, perdagangan dan jasa.


Sesungguhnya pada awal abad ke-16, zaman Kerajaan Sunda, Tangerang tampil sebagai kota pelabuhan bersama-sama Banten dan Kalapa (Jakarta kini), sebagaimana disaksikan dan dicatat pada tahun 1513 oleh Tome Pires, orang Portugis. Yang berbeda di antara ketiganya hanyalah tingkat kualitas dan kuantitas kegiatannya. Kalapa menempati tingkatan tertinggi karena lokasinya paling dekat dan dapat berhubungan langsung melalui jalan darat dan jalan air (Sungai Ciliwung) dengan Pakuan Pajajaran yang menjadi ibu kota Kerajaan Sunda. Selain itu, Kalapa menjadi pusat kota pelabuhan Kerajaan Sunda. Di bawahnya adalah kota pelabuhan Banten yang merupakan kota pelabuhan paling barat.


Banten menempati kedudukan strategis, setelah Malaka diduduki oleh Portugis (1511) karena Selat Sunda dan pesisir barat Sumatra menjadi jalur utama perdagangan. Perkembangan di bidang kehidupan beragama pun telah berkembang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pembangunan rumah-rumah ibadah dan meningkatnya manusia yang beriman serta bertaqwa sehingga terciptanya kerukunan hidup beragama.


Pesatnya pembangunan di Kabupaten Tangerang telah membuktikan bahwa pembangunan di kabupaten ini telah berhasil. Ini semua tidak terlepas dari hasil pembangunan sebelumnya. Sebagai kabupaten yang memiliki penduduk yang beragam maka tak heran kesenian pun telah dipengaruhi oleh beragam unsur seperti pengaruh kebudayaan Cina, Melayu, Jawa dan Betawi, seperti Wayang Cokek.


Perjalanan sejarah Kabupaten Tangerang ditandai oleh empat hal utama yang saling terkait. Keempat hal itu adalah peranan Sungai Cisadane; lokasi Tangerang di tapal batas antara Banten dan Jakarta; status bagian terbesar daerah Tangerang sebagai tanah partikelir dalam jangka waktu lama; dan bertemunya beberapa etnis dan budaya dalam masyarakat Tangerang.


Sungai Cisadane membujur dari selatan di daerah pegunungan ke utara di daerah pesisir. Sungai ini memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat pemukimnya hingga dewasa ini. Yang berubah hanyalah jenis peranannya. Sejak zaman Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5) hingga awal zaman Hindia Belanda (awal abad ke-19) sungai ini berperan sebagai jalan lalu lintas air yang menghubungkan daerah pedalaman dengan daerah pesisir, di samping sebagai sumber penghidupan manusia yang bermukim di sepanjang aliran sungai ini.


Sesudah itu yang lebih menonjol adalah perannya sebagai sumber irigasi bagi pengairan lahan pertanian (pesawahan dan perikanan) di daerah dataran rendah bagian utara Tangerang. Dengan peran yang pertama itu, hasil bumi dari daerah pedalaman (lada, beras, kayu, dan lain-lain) dapat dipasarkan ke daerah pesisir dan luar daerah Tangerang. Sebaliknya, keperluan hidup penduduk pedalaman (garam, kain, keramik, dll.) dapat didatangkan dari daerah pesisir dan luar daerah Tangerang.


Sementara peran kedua dapat meningkatkan produksi pertanian, terutama produksi beras, selain mencegah bahaya banjir. Tangerang menempati kedudukan paling bawah karena lokasinya berada di antara dan berdekatan dengan Banten dan Kalapa. Lokasi ketiga kota pelabuhan tersebut berada di sekitar muara sungai, yaitu Sungai Cibanten bagi kota pelabuhan Banten, Sungai Cisadane bagi kota pelabuhan Tangerang, dan Sungai Ciliwung bagi kota pelabuhan Kalapa.


Menurut Uka Tjandrasasmita 1987 dalam perjalanannya sejak pertengahan abad ke-16 Banten dan Jayakarta (perubahan nama dari Kalapa sejak berada di bawah kuasa Islam pada 1527) mengembangkan diri menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan. Didukung oleh Cirebon dan Demak, Banten meningkat pesat sebagai pusat penyebaran agama Islam, pemerintahan, dan perniagaan laut (maritim) di Tatar Sunda bagian barat dan Sumatra bagian selatan.


Puncak keemasan Kesultanan Banten berlangsung sekira pertengahan abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684). Adapun Jayakarta yang semula berperan sebagai penutup hubungan Pakuan Pajajaran ke dunia luar dan merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten, setelah jatuh ke dalam kekuasaan Kompeni Belanda (1619) dan namanya diganti dengan Batavia berhasil mengembangkan diri. Mula-mula Batavia berperan sebagai pusat kedudukan dan pusat perdagangan Kompeni (VOC) di nusantara, kemudian (sejak tahun 1800) menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan internasional pemerintah kolonial Hindia Belanda.


Sejak dasawarsa kedua 1600-an antara Banten dan Batavia berlangsung persaingan perdagangan yang keras. Pada satu pihak Kompeni Belanda mendesakkan keinginannya untuk melakukan monopoli perdagangan di wilayah Kesultanan Banten. Pada pihak lain, Sultan Banten sendiri mempertahankan sistem perdagangan bebas dan kedaulatan negara. Begitu keras persaingan itu sehingga berkembang menjadi konflik politik dan akhirnya konflik senjata yang mula-mula (1652) berbentuk konflik senjata secara tertutup, namun kemudian (1659) berbentuk perang terbuka.


Dalam suasana konflik itulah Tangerang menjadi daerah pertahanan sekaligus medan pertempuran serta daerah rebutan antara Banten dan Batavia. Selanjutnya, pihak Banten membangun benteng pertahanan di sebelah barat Sungai Cisadane dan pihak Kompeni Belanda membangun benteng pertahanan di sebelah timur Sungai Cisadane. Itulah sebabnya, dulu daerah ini dikenal dengan nama Benteng, baru kemudian muncul nama Tangerang.


Dengan mengerahkan serdadu Kompeni secara besar-besaran, terutama serdadu sewaan yang berasal dari kalangan orang nusantara sendiri, dan taktik adu-domba (divide et impera), secara bertahap wilayah Kesultanan Banten jatuh ke tangan kekuasaan Kompeni Belanda. Mula-mula (1659) daerah sebelah timur Sungai Cisadane jatuh ke tangan Kompeni, kemudian tanah di sepanjang Sungai Cisadane sejak dari daerah hulu sampai ke muara dan daerah sebelah selatan Sungai Cisadane sampai ke Laut Kidul (Samudra Hindia) ditetapkan masuk ke wilayah Batavia (1684). Akhirnya (1809), Kesultanan Banten dihapuskan serta seluruh wilayahnya dimasukkan ke wilayah pemerintahan Hindia Belanda.


Sejak itu berakhirlah kedudukan Tangerang sebagai daerah tapal batas antara Banten dan Jakarta, karena seluruhnya berada di bawah kuasa pemerintah kolonial Hindia Belanda. Perubahan pemegang kekuasaan atas daerah Tangerang memberikan jalan bagi perubahan status daerah itu. Semula berstatus sebagai daerah rebutan antara Banten dan Batavia, Tangerang menjadi daerah tanah partikelir di bawah Batavia. Sepetak demi sepetak tanah di Tangerang dikuasai oleh pihak partikelir secara perseorangan dan perusahaan. Muncullah sejumlah tuan tanah di daerah ini yang umumnya terdiri dari orang Belanda dan orang Cina. Di samping menguasai tanah garapan dan lingkungannya, mereka juga menguasai penduduk yang bermukim di lahan itu. Penduduk setempat berkewajiban menggarap tanah milik tuan tanah dengan upah kecil, padahal mereka pun harus membayar berbagai pajak dan pungutan lainnya. Karena itu, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara tingkat kesejahteraan tuan tanah dan tingkat kesejahteraan penduduk pribumi. Selain itu, tuan tanah lebih berkuasa daripada pejabat pemerintahan pribumi.


Tuan tanah dilindungi dan dibantu oleh sejumlah mandor yang bertindak sebagai jawara dan berstatus sebagai pegawai tuan tanah. Keberadaan dan fungsi jawara dalam masyarakat Tangerang masa itu menjadi gejala umum dan ciri khas lingkungan tanah partikelir. Situasi dan kondisi demikian membentuk struktur dan karakter masyarakat tersendiri di lingkungan tanah partikelir. Pendidikan sekolah hampir tak tersentuh oleh bagian terbesar penduduk pribumi. Mereka mengutamakan pendidikan informal dari guru agama Islam secara individual, atau di pesantren-pesantren secara kelembagaan. Peran dan kedudukan orang keturunan Cina dan jawara dalam masyarakat Tangerang demikian berpengaruh besar terhadap suasana dan peristiwa selama revolusi kemerdekaan pada tahun 1945-1949. Pada masa itu orang-orang keturunan Cina di daerah ini pernah menjadi sasaran amuk rakyat sebagai tindak balas dendam, dan amarah terhadap mereka karena dicurigai membantu pihak kolonial. Pernah pula dibentuk pemerintahan mandiri oleh kalangan jawara yang berjiwa merah dan bersikap kiri. Pemerintahan ini tak mengakui Republik Indonesia. Mereka mendirikan negara di dalam negara.


Pada mulanya penduduk Tangerang dapat dikatakan hanya beretnis dan berbudaya Sunda. Mereka terdiri atas penduduk asli setempat, serta pendatang dari Banten, Bogor, dan Priangan. Kemudian (sejak 1526) datang penduduk baru dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan Cirebon yang beretnis dan berbudaya Jawa, seiring dengan proses Islamisasi dan perluasan wilayah kekuasaan kedua kesultanan itu. Mereka menempati daerah pesisir Tangerang sebelah barat. Keragaman etnis penduduk Batavia sebagai dampak kebijakan Kompeni Belanda di bidang kependudukan di Kota Batavia melahirkan ragam etnis dan budaya Melayu Betawi. Dinamakan demikian karena mereka berbicara dalam bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sosialnya dan bertempat tinggal di daerah Betawi, sebutan orang pribumi bagi Kota Batavia.


Penduduk etnis dan budaya Betawi ini menyebar ke daerah sekeliling Kota Betawi, termasuk daerah Tangerang. Mereka menempati daerah pesisir sebelah timur dan daerah pedalaman timur Tangerang. Kebijakan Kompeni tersebut melahirkan pula keturunan orang Cina dalam jumlah banyak di Kota Batavia yang menyebar ke daerah Tangerang sebagai dampak dari pemberontakan orang-orang Cina di Kota Batavia pada 1740 dan lahirnya status tanah partikelir. Keturunan orang Cina ini tersebar di daerah tanah partikelir, terutama di daerah pesisir Tangerang sebelah timur. Selanjutnya, kebudayaan mereka berasimilasi dengan kebudayaan Melayu Betawi. Dari pertemuan itu lahirlah jenis-jenis budaya yang bercirikan Melayu Betawi dan Cina yang kini populer disebut budaya Betawi, seperti teater lenong, tari topeng, dan lain-lain.


Dengan perkembangan penduduk seperti itu, peta penduduk dan budaya di Tangerang terbilang unik. Daerah Tangerang Utara bagian timur berpenduduk etnis Betawi dan Cina serta berbudaya Melayu Betawi. Daerah Tangerang Timur bagian selatan berpenduduk dan berbudaya Betawi. Daerah Tangerang Selatan berpenduduk dan berbudaya Sunda. Sedang daerah Tangerang Utara sebelah barat berpenduduk dan berbudaya Jawa.Dalam konteks keseluruhan pemerintahan di wilayah Tatar Sunda, kedudukan Tangerang mengalami beberapa kali perubahan dalam tingkat dan struktur pemerintahan.


Sebagaimana telah dikemukakan, pada awal abad ke-16 Tangerang berstatus sebagai salah satu kota pelabuhan dalam lingkungan Kerajaan Sunda. Pada masa itu kota pelabuhan berada di bawah kuasa seorang syahbandar yang bertanggung jawab langsung kepada raja Sunda. Pada masa Tangerang di bawah kuasa Kesultanan Banten (sejak tahun 1526), diberitakan bahwa sistem pemerintahannya berbentuk kemaulanaan dan pusat pemerintahannya berada di daerah pedalaman, yaitu di sekitar Tigaraksa sekarang. Ketika sebagian daerah ini jatuh ke tangan Kompeni (sejak 1659), demi keamanan pemerintahan di daerah ini dipimpin oleh seorang komandan militer (orang Belanda). Namun, ketika seluruh daerah ini berada di bawah kuasa Kompeni Belanda dan stabilitas keamanannya telah tercapai (sejak 1682) pemerintahan di daerah ini berbentuk kabupaten (regentschap) yang dipimpin oleh seorang bupati yang berasal dari kalangan penduduk pribumi. Pada 1809 terjadi perubahan sistem pemerintahan secara menyeluruh di Hindia Belanda yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal H.W. Daendels.


Tingkat dan struktur pemerintahan di daerah Tangerang berubah lagi. Kini Tangerang berada di bawah wilayah administrasi pemerintahan De stad Batavia, de Ommelanden, en Jacatrasche Preanger Regentschappen (Kota Batavia dan sekitarnya serta wilayah Jakarta-Priangan) yang kemudian disebut Keresidenan Batavia ( Suganda Wirananggapati, 1997). Daerah Tangerang disebut Batavia Barat dan berada di bawah perintah seorang Asisten Residen yang selalu dipegang oleh orang Belanda. Selanjutnya (sejak tahun 1860-an), daerah ini berstatus afdeling yang disebut Afdeling Tangerang yang tetap dipimpin oleh Asisten Residen. Daerah Afdeling Tangerang dibagi atas tiga distrik, yaitu Tangerang Timur, Tangerang Selatan, dan Tangerang Utara yang selanjutnya (sejak 1880-an) masing-masing disebut Distrik Tangerang, Distrik Balaraja, dan Distrik Mauk; lalu ditambah dengan Distrik Curug. Kepala distrik dipegang oleh orang pribumi yang jabatannya disebut demang, kemudian berubah jadi wedana. Tingkat dan struktur pemerintahan demikian di Tangerang berlangsung hingga akhir kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda (1942).


Pada zaman Jepang (1942-1945), Tangerang yang bertetangga dengan ibu kota pemerintah pusat Jakarta dipandang sebagai daerah strategis. Dengan demikian, tingkat dan struktur pemerintahannya dinaikkan jadi kabupaten, dan didirikanlah lembaga pendidikan militer (Seinendojo). Pembentukan Kabupaten Tangerang didasarkan Maklumat Jakarta Syu Nomor 4 tanggal 27 Desember 2603 (1943), sedangkan peresmiannya dilakukan pada hari Selasa, 4 Januari 1944, bersamaan dengan pelantikan R. Atik Suardi menjadi Bupati Tangerang pertama. R. Atik Suardi adalah aktivis yang kemudian (sejak akhir tahun 1920-an) jadi salah seorang pemimpin Paguyuban Pasundan, organisasi pergerakan nasional masyarakat Sunda. Ia pernah menjabat sebagai pembantu R. Pandu Suradiningrat di Gunseibu Jawa Barat.


Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 mendapat sambutan hangat dari para pemimpin dan masyarakat Tangerang. Wujudnya terdiri atas dua bentuk. Pertama, menegakkan kemerdekaan dengan cara membentuk pemerintahan daerah di Tangerang yang menunjang Proklamasi Kemerdekaan RI, mulai dari tingkat kabupaten ke bawah. Kedua, mempertahankan kemerdekaan dengan cara menentang dan melawan pihak asing dan antek-anteknya yang berusaha untuk menjajah kembali dan pihak yang mau mendirikan negara sendiri yang tidak mengakui keberadaan Republik Indonesia. Terjadilah revolusi kemerdekaan! Akhirnya, kedaulatan Republik Indonesia bisa ditegakkan di Tangerang.


Kedudukan Kabupaten Tangerang dikukuhkan kembali pada awal masa Republik Indonesia (19 Agustus 1945) dan berlaku terus hingga kini. Kabupaten ini jadi salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Sesuai dengan semangat dan tuntutan otonomi daerah serta perkembangan Kota Tangerang yang meningkat pesat, status pemerintahan di Kota Tangerang sendiri ditingkatkan. Tadinya kota itu adalah kota kecamatan, lalu jadi kota administratif, kemudian (sejak tahun 1993) jadi kotamadya (lantas jadi kota) yang kedudukannya setara dengan tingkat kabupaten. Dengan demikian, di Tangerang terdapat dua jenis pemerintahan daerah yang setara, yaitu Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.


Sementara itu, dengan berdirinya Provinsi Banten (sejak 1999), Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang pun jadi bagian dari wilayah Provinsi Banten. Seiring dengan program pembangunan yang dilancarkan sejak tahun 1968, Kabupaten Tangerang melaksanakan program ini setahap demi setahap. Dampak yang menonjol di Tangerang dari pelaksanaan program pembangunan ini adalah berubahnya segala bidang kehidupan masyarakat Tangerang. Semula mereka hanya mengandalkan kegiatan bidang pertanian, kemudian mereka mengerjakan berbagai bidang kegiatan ekonomi, terutama bidang industri, perdagangan, dan jasa yang tentu mengubah orientasi dan pola hidup masyarakat.


Sebagai gambarannya, kini di Tangerang terdapat beberapa kawasan industri, ditambah dengan Bandara Internasional Sukarno-Hatta. Hal itu kian meningkatkan mobilitas penduduk, bahkan migrasi penduduk. Ke dalam daerah Tangerang, terutama daerah perkotaannya, masuklah banyak penduduk baru yang berasal dari luar, baik dari kawasan lain di Pulau Jawa maupun dari luar Jawa, ataupun orang asing. Karena itu, etnis dan budaya penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi tersebut kian memperkokoh Tangerang sebagai daerah pertemuan berbagai etnis dan budaya. Kita harapkan dalam kondisi keragaman etnis dan budaya itu, Tangerang menjadi daerah yang penduduknya hidup rukun, damai, sejahtera, dan tak tercerabut dari akar budayanya. Dengan berkembanganya pembangunan yang sangat pesat di berbagai bidang telah mendorong perkembangan wilayah di kabupaten Tangerang.


Pada tahun 1993 dibentuklah kotamadya Tangerang yang kemudian disusul dengan pemindahan Ibukota Kabupaten ke Kecamatan Tigaraksa sesuai dengan keputusan Pemerintah tahun 1995. Seiring dengan pesatnya pembangunan di Kabupaten Tangerang telah mendorong perkembangan di sektor lainnya, di sektor pemukiman tumbuhnya Kota Mandiri di daerah Serpong dan Karawaci, yang menyediakan kebutuhan perumahan dari berbagai tipe. Di sektor pendidikan telah adanya pusat pendidikan baik pendidikan dasar, menengah ,lanjutan dan kejuruan serta Universitas swasta maupun universitas dengan standard Internasional.


Di daerah Serpong terdapat Pusat Penelitian Teknologi, Puspitek Serpong. Di daerah Curug terdapat PLP Curug sebagai kawah candradimuka bagi pelatihan penerbangan yang telah meluluskan lebih dari 2000 siswa sejak tahun 1958. Perkembangan industri yang cukup signifikan dalam masa sebelum krisis ekonomi nasional telah memacu keberadaan kawasan industri seperti yang terdapat di kawasan Kosambi , Cikupa dan Balaraja. Investasi di kabupaten Tangerang merupakan salah satu yang terbesar di propinsi Banten lebih dari 1,2 milyar dollar tertanam di kabupaten Tangerang. Limpahan industri saat ini merupakan sektor dominan di Kabupaten Tangerang. Luas lahan industrinya mencapai kurang lebih 3.398 Ha yang terdiri dari kawasan industri dan zona industri. Jumlah perusahaannya sampai tahun 2000 mencapai 655 buah dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 200.644 orang.


Sehingga sebagian besar penduduk Kabupaten Tangerang memiliki pekerjaan di sektor industri ini. Dalam hal Pemukiman, saat ini Kabupaten Tangerang memiliki empat buah perumahan skala besar, yaitu Bumi Serpong Damai (BSD) dengan luas areal ± 6.000 Ha, Alam Sutra (PT. Alfa Goldland) dengan luas ± 700 Ha, Citra Raya (PT. Citraland Estate) dengan luas ± 3.000 Ha dan Bintaro Raya (PT. Jaya Real Property) seluas ± 1.500 Ha. Belum lagi maraknya kawasan pergudangan strategis di kecamatan kosambi sebagai bufferstaat (penyangga) Bandara , hal tersebut ditunjang dengan sarana dan prasarana seperti Jalan Tol Jakarta - Merak, Jalan Kereta Api Jakarta - Rangkas, Bandara Soekarno Hatta dan kemudahan transportasi Tangerang - DKI Jakarta.


Kabupaten Tangerang juga meyimpan potensi disektor pendidikan, dimana banyak berkembang perguruan tinggi baik itu negeri maupun swasta. Keberadaan Perguruan tinggi ini merupakan potensi untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan hanya di Kabupaten Tangerang sendiri, namun juga dapat melayani penduduk daerah lainnya. Hakekat otonomi daerah adalah pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah, dimana dengan kewenangan tersebut pemberdayaan masyarakat dan sumberdaya daerah dapat ditingkatkan.


Dari potensi melimpah ruah daerah terutama di kawasan pantura, muncul eforia obsesi yang mengharapkan pemanfaatan Hutan bakau dan pesisir dikawasan konservasi pantura Kabupaten tangerang tersebut yang kini sebagian terkena abrasi air laut dan menjadi tambak ikan warga setempat. Pantai Kabupaten Tangerang yang panjangnya sekitar 52 km mengalami abrasi parah. Abrasi pantai kabupaten Tangerang itu sendiri terjadi di 11 desa yang berada di tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, Mauk, Kronjo, Paku Haji, dan Suka Diri. Lebar pantai yang terkikis sekitar 15-50 meter dan luas pantai yang terabrasi mencapai 193 hektar lebih. Dua puluh enam persen luas pantai telah terkikis.Abrasi di pantai Tangerang, merupakan akibat penggalian pasir yang terus terjadi. Pasir pantai digali untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan di Jakarta dan Tangerang. Meskipun sudah dilarang Pemerintah Kabupaten Tangerang, penggalian pasir di wilayah tersebut masih sering terjadi.


Fasilitas - fasilitas pendukung seperti rumah sakit, sarana telekomunikasi, sarana perhubungan yang cukup baik seperti jalan raya antar propinsi maupun jalan ke tingkat desa - desa sampai kepada prasana transportasi seperti terminal, pasar tradisonal dan modern dan lain-lain telah tersedia di kabupaten Tangerang. Sarana pengairan untuk pertanian, supply listrik dan gas juga telah mencukupi di kabupaten Tangerang. Kawasan pariwisata di kabupaten Tangerang juga telah dikembangkan secara baik misalnya wisata ziarah, wisata belanja, wisata budaya dan wisata air seperti kepulauan Cangkir, Pantai Dadap yang terkenal dengan restoran seafood-nya.


Sarana akomodasi yang ada di kabupaten Tangerang juga telah tersedia mulai dari hotel berbintang hingga hotel yang berkelas melati. Sektor perdagangan dan jasa termasuk cukup cepat tumbuhnya, usaha perbankan sebelum krisis ekonomi cukup berkembang. seperti tumbuhnya kantor-kantor cabang perbankan di Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang memiliki Bandara Udara Internasional Soekarno - Hatta dan juga memilki lapangan terbang Pondok Cabe yang terletak di kecamatan Ciputat. Kabupaten Tangerang telah mengalami 19 pergantian kepemimpinan sejak tahun 1943 sampai bupati yang saat ini H. Ismet Iskandar. Di bawah kepemimpinan beliau dan tepat di era reformasi ini Tangerang berharap dapat semakin meningkat dalam perkembangannya tentunya dengan dukungan segenap lapisan masyarakat kabupaten Tangerang. Karena keberhasilan pembangunan tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja namun masyarakat harus ikut serta berperan serta aktif di dalamnya sehingga hasil - hasilnya dapat dinikmati secara adil dan merata.


Abad ke 21 merupakan era baru dalam percaturan pertumbuhan perekonomian dunia, kabupaten Tangerang dalam kedudukannya sebagai daerah penyangga ibukota dan pusat pertumbuahan ekonomi, perdagangan, pemukiman dan jasa harus selalu siap mengantisipasi kemungkinan perubahan yang terjadi di era ini, kini Kabupaten Tangerang yang produktif dan berkualitas tengah menyongsong Cakrawala Baru menuju ke arah Tangerang Gemilang. DARI BERBAGAI SUMBER DISARIKAN OLEH B. OESMAN DAN MENJADI PEMENANG KE-3 LOMBA PENULISAN ESSAI MEDIA TANGERANG

6 komentar:

Anonim mengatakan...

oke juga, aku baru tau sejarah panjang kota unik ini.

Anonim mengatakan...

Dirgahayu Kabupaten Tangerang
Langgeng Kepemimpinan H. Ismet Iskandar
Bravo SemburatJingga

ayucipta mengatakan...

menarik, cerdas dan ngangeni
berikutnya semoga lebih atraktif, bergairah dan tetap jingga campur ungu juga asyik !

ayu cipta

Anonim mengatakan...

Oke juga kupasanya, menambah kahazanah pemikiran, dan yang penting setelah membaca tulisan ini,ternyata dalam setiap sejarah selalu ada masa keemasan, dan ketika keemasan itu hilang, pertanda bahwa sipirit bangsa itu juga sedang hilang... semoga hasil pilkada ini menjadi pertanda bahwa spirit anak-anak benteng sedang tumbuh.. sehingga tidak melupakan sejarah..dan menolak orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai pelaku sejarah di Tangerang...karena belum ada tesis bahwa pilkada selalu menghasilkan pemimpin yang tepat.

Abu Gesper mengatakan...

izin artikel ini mau saya muat di blog saya

Abu Gesper mengatakan...

Izin copas ke blog saya