Alhamdulillah, berkat kerja keras seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat Kabupaten Tangerang serta didukung oleh Departemen Dalam Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, pada 26 November 2008 terbentuklah daerah otonom baru yang bernama Kota Tangerang Selatan.
Sukacita dan kebahagiaan begitu merebak, mengingat kerja keras yang mendahului terbitnya UU No. 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan melampaui durasi yang panjang, lebih dari tiga tahun lamanya. Sukacita dan kebahagiaan tersebut, terlihat nyata dengan menggemanya puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, ucapan selamat yang begitu marak dan antusias, pesta rakyat, bahkan lebih dari tiga ratus ribu massa tumpah ruah ke jalan saat diadakannya acara Kirab dan GerakJalan Tangerang 65 Km yang merangkai HUT ke-65 Kabupaten Tangerang dan Terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Massa tersebut merentang tidak terputus mulai dari Kecamatan Pamulang hingga ke Kecamatan Tigaraksa, dari sentra Tangsel hingga ke pusat pemerintahan induk.
Sukacita dan kebahagiaan itu juga dilatari kenyataan bahwa Kabupaten Tangerang sebagai daerah induk, terutama dalam hal ini peran seorang Bupati, H. Ismet Iskandar, mengawal dan menghantarkan dari mula hingga terbentuknya daerah otonom baru, mempersiapkan dengan baik hingga ke hal yang sekecil-kecilnya.
Buah karya yang manis ini menjadi sangat logis, mengingat eksistensi tujuh kecamatan yang berada di wilayah selatan Kabupaten Tangerang ini, pada hakekatnya memang telah tumbuh jauh lebih pesat dari daerah manapun di seluruh Provinsi Banten. Sehingga proses kelahirannya pun berjalan dengan begitu alamiah.
Bahkan, Bupati pun merespon dengan baik masukan dari tokoh masyarakat dan alim ulama agar menamai daerah sang cikal bayi tersebut dengan Kota Tangerang Selatan, bukannya Cipasera atau nama salah satu dari tujuh kecamatan yang ada, agar benang merah dan chemistry antara sang jabang bayi dengan induknya tetap terjaga.
Mengingat perjalanan yang terbangun dengan harmonis, penuh kehangatan dan tanpa intrik, Pemerintah Kabupaten Tangerang sebagai induk yang care, pun segera menyiapkan segala keperluan yang terbaik bagi Kota Tangerang Selatan. Dari hibah untuk menjalankan administrasi pemerintahan sebelum memiliki kepala daerah definitif (Kab. Tangerang menyediakan hibah Rp. 30 miliar/2 th, sementara Prov. Banten hanya Rp. 10 miliar/2 th), mempersiapkan aparatur suprastruktural yang handal dan pembagian aset yang berimbang.
Dalam kerangka menjalankan amanah undang-undang (UU No.12 / 2008, UU No. 51 / 2008, PP No. 78 / 2007) maka Bupati Tangerang menyiapkan tiga putra daerah terbaik untuk direkomendasikan sebagai Penjabat Walikota Tangerang Selatan.
Ketiga nama yang telah dipertimbangkan dengan seksama tersebut adalah :
Drs. H. MAS IMAN KUSNANDAR, SH, M.Si, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat. Sebelumnya pernah menjabat sebagai Sekretaris DPRD dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang. Sosok yang cerdas ini juga adalah Rektor Unis Tangerang dan Ketua Tim Pembentukan Kota Tangerang Selatan.
Drs. H. BENYAMIN DAVNIE, 'bibit unggul' ini kerap diberi kepercayaan untuk menduduki unit-unit yang strategis. Saat ini sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tangerang. Karena kecakapannya di bidang pemerintahan, sempat dipinang untuk mendampingi H. Triyana Sam'un saat pilkada gubernur Banten lalu.
Drs. HERY HERYANTO, M.Si, Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman. Pejabat yang benar-benar 'dibesarkan' di selatan Tangerang, sehingga paham betul dinamika dan karekteristik wilayah ini. Hery menjadi Camat Serpong saat daerah tersebut sedang berpacu dalam perkembangan yang pesat.
Menilik tiga nama yang dipertimbangkan (amanah Penjelasan UU No. 51 / 2008 ps. 9 ay.2) oleh Bupati Tangerang tersebut, serta merta seluruh elemen dan stakeholder di Tangerang Selatan merespon dengan pernyataan sikap untuk siap mengamankan dan mendukung sepenuhnya kebijakan Bupati tersebut. Siapapun nama dari ketiga putra daerah terbaik tadi yang kelak akan ditetapkan oleh Presiden RI cq. Mendagri sebagai Penjabat Walikota Tangerang Selatan, akan diterima dengan baik oleh pejabat, stakeholder dan masyarakat, terutama alim ulama dan pemuka di Tangerang Selatan.
Ketiga-tiganya di nilai memiliki kecakapan, akuntabilitas, akseptabilitas, track-record dan pengalaman di bidang manajerial tata pemerintahan yang sangat baik untuk memimpin Tangerang Selatan hingga kelak saat sepasang kepala daerah definitif terpilih. Terlebih lagi, nama H. Mas Iman Kusnandar yang sudah sangat melekat di hati masyarakat saat memimpin tim pembentukan daerah otonom ini.
Namun bara kebahagiaan tersebut sepertinya disiram paksa untuk kemudian padam seketika, saat segenap elemen Tangsel mendapat kabar bahwa ketiga nama tersebut tidak berarti apa-apa saat diproses di tingkat provinsi. Bahkan Gubernur beranggapan bahwa dia memiliki hak prerogatif untuk menentukan seorang Pjs. Walikota, yang memprihatinkan, bukan salah satu dari tiga nama di atas.
Sebelum apa yang terencana dan terlaksana dengan baik dan lancar hingga terbentuknya Kota Tangerang Selatan dirusak dengan akhir yang antiklimak, mencederai dan melukai masyarakat Tangerang Selatan, hingga memunculkan potensi konflik dan kemelut yang tak berkesudahan dan melelahkan serta merugikan semua pihak, maka akan sangat bijaksana jika sebelum mengambil keputusan dan menetapkan Penjabat Walikota Tangerang Selatan, Presiden (dan/atau) dalam hal ini, Menteri Dalam Negeri mempertimbangkan dengan seksama proses perjalanan, kaidah undang-undang dan peraturan pemerintah yang terkait, dan yang tak kalah penting adalah aspirasi dan amanat hati nurani masyarakat Tangerang Selatan.
Kewenangan yang diberikan oleh hukum dan konstitusi negara untuk mengangkat dan melantik seorang Penjabat Walikota hanya ada pada Presiden Republik Indonesia cq. Menteri Dalam Negeri. Dalam kasus ini, tidak kita kenal istilah: 'Gubernur memiliki hak prerogatif untuk menentukan Pjs. Walikota' (sebagaimana yang tercetus oleh pejabat Provinsi Banten dalam berbagai kesempatan).
Dalam hal Penjabat Walikota, tidak sertamerta diangkat pula Penjabat Wakil Walikota, sehingga sangat disayangkan ketika muncul pemahaman yang salah kaprah dari serangkaian uangkapan pejabat Provinsi Banten yang menyatakan bahwa bila Penjabat Walikota dari provinsi maka wakilnya akan diambil dari kabupaten.
Seorang Penjabat Walikota Tangerang Selatan seyogianya memahami karekteristik Tangerang Selatan yang dinamika pembangunan dan pertumbuhan sebagai daerah urban sangat progesif, sehingga orang dimaksud harus cakap dalam manajemen tata pemerintahan, akuntabel, cerdas, humanis, rajin, berpengalaman dan dapat diterima oleh segenap lapisan masyarakat Tangerang Selatan. Sebagai daerah yang eksistensinya lebih maju dari daerah lain di Provinsi Banten, Penjabat Walikota Tangerang Selatan harus bisa bekerja keras dengan kualitas dan akurasi tinggi, membawa Tangsel lebih ke depan dan bukannya justru kelak menjadikan Tangsel mundur ke belakang. Karenanya, sosok tersebut sebaiknya tidak berangkat dari seorang pejabat yang semata-mata hanya menangani satu bidang teknis.
Penjabat Walikota Tangerang Selatan juga semestinya bisa bekerjasama dengan Bupati Tangerang; dalam kerangka mewujudkan amanah UU No. 51 / 2008 bab V ps. 13, bahwa Bupati Tangerang bersama Penjabat Walikota Tangerang Selatan menginventarisasi, mengatur serta melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset dan dokumen serta pemberian gaji dan tunjangan sebelum Kota Tangerang Selatan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-nya sendiri. Penjabat Walikota Tangerang Selatan juga berkewajiban melaporkan realisasi penggunaan hibah yang diberikan oleh daerah induk kepada Bupati Tangerang.
Dalam banyak hal, Kota Tangerang Selatan berbeda kondisi dengan Kota Serang. Kota Serang dibentuk saat UU No. 32 / 2004 masih menjadi acuan, sedangkan Kota Tangerang Selatan dibentuk dengan mengacu pada UU No. 12 / 2008. Meski dalam keterbatasan, Kota Serang harus terbentuk karena keberadaannya sebagai ibukota Provinsi Banten. Sementara Kota Tangerang Selatan terbentuk karena berbagai faktor kelebihannya dan dipersiapkan dengan matang dan baik oleh daerah induknya yaitu Kabupaten Tangerang.
Kajian ini dibuat untuk mendudukkan persoalan kembali ke koridornya, di mana kita senantiasa dituntut untuk taat pada asas, hukum dan peraturan perundangan yang berlaku. Tidak satupun dari kita yang rela jika segala hal yang kita persiapkan, rancang, dan ejahwantahkan dengan baik pada awalnya menjadi rusak pada akhirnya. Kita tentu tak ingin keputusan yang kita hasilkan melahirkan gugatan yang berkepanjangan, kecamuk intrik dan konflik bahkan potensi anarkis di belakang hari.
Semoga kajian ini bisa meredakan dan mendinginkan hati dan pikiran kita, terutama Mendagri dalam memberikan yang terbaik bagi seluruh elemen Masyarakat Tangerang Selatan, yang sangat mengidamkan limpahan dan sosok terbaik sebagaimana yang telah dipersiapkan oleh Kabupaten Tangerang.
Semoga Tangerang Selatan tetap dan senantiasa menjadi kebanggaan kita sekalian. Terimakasih. ANDRETHERIQA 160109