TITIKTUJU, bukanlah ‘titik tujuh’. Bukan pula titik yang bertujuan. Apalagi titik yang berjumlah tujuh dan bertujuan. Bukan. TitikTuju adalah suatu proses. Proses menuju ‘akhir’ yang tidak bisa ditentukan kapan akan berakhir, oleh siapapun yang bisa berakhir. Itulah yang hendak penulis buku ini sampaikan kepada pembacanya, yang sudi meluangkan waktu untuk mengembara dalam perenungan, sebuah kontemplasi yang bermakna, bernas, dan memiliki sisi humanisme yang kuat. Walaupun sudah pernah dipublikasikan secara berkala di Media Tangerang, namun penerbitan menjadi satu buku ini masih memiliki daya tarik untuk dibaca, ditelaah, dimaknai dan dinikmati bukan sekadar untuk meluangkan waktu belaka.
Melalui TitikTuju, pembaca seakan diajak untuk menjelajahi perenungan seorang anak manusia, Andre Theriqa, dengan tetap menginjak bumi, dengan hati nurani, dengan cinta, dengan kasih sayang dan dengan tetap memanusiakan "manusia". Tulisan dalam TitikTuju, adalah kumpulan tulisan yang dibuat seketika –ketika sang penulis merasakan getaran khusus, terinspirasi untuk menuangkan dalam tulisan beberapa waktu silam. Kesadaran untuk berbagi pengalaman dari sang penulis inilah, hingga merasa perlu untuk mengumpulkan kembali tulisan-tulisan yang berserakan, mengedit dan membukukannya, untuk pembaca yang budiman. Buku yang ada di tangan pembaca ini, adalah cetakan kedua, setelah cetakan pertamanya habis dibagi-bagikan kepada handai taulan. Ternyata, tuntutan untuk mencetak yang kedua, tidak mampu ditolak oleh penulis, yang memang tidak pernah bisa menolak permintaan orang. Apalagi permintaan untuk berbagi sebuah pengalaman, perenungan untuk nilai-nilai kemanusiaan.
Beberapa tulisan dalam TitikTuju, sengaja didedikasikan untuk beberapa tokoh, --yang dikenal dan mengenal—Andre Theriqa, sang penulis. Penulis tampak terkesan dengan peristiwa-peristiwa yang dialami bersama sang tokoh, walau sederhana dan singkat saat peristiwa itu terjadi, tapi bagi Andre Theriqa peristiwa itu memiliki sisi-sisi humanisme yang dalam dari sang tokoh. Hal ini tampak dalam tulisan bertajuk "Adeng", "EMC dari Bunda", "DRH" dan sebagainya. Hingga pembaca, akan larut bersama dengan bayangan tokoh yang juga dikenal oleh pembaca di Tangerang. Sebuah ‘kota’ yang tengah ditarik oleh modernisasi untuk memisahkan sisi "kemanusiaan" dari manusia penghuninya.
Memang ada beberapa tulisan dalam TitikTuju, ketika diedit kembali beberapa waktu kemudian (enam angka di belakang tulisan), sudah kehilangan ‘momentum’-nya, jika dibandingkan dengan suasana batin ketika tulisan itu dibuat, sesaat setelah peristiwa itu dialami. Terasa ‘kering’, ketika penulis mengeditnya lagi untuk dinikmati sekarang, saat peristiwa itu sendiri sudah lampau. Hal ini bisa dirasakan dalam tulisan yang berjudul "BBBM", "Jalasveva Jayamahe" dan sebagainya. Namun, itu tidak mengurangi kenikmatan menjelajah dunia nilai-nilai kemanusiaan yang ditawarkan oleh penulisnya dalam TitikTuju.
Terakhir, jika pembaca jeli menelusuri TitikTuju hingga akhir, tentu akan mafhum, dengan situasi batin penulisnya. Bahkan pembaca dapat ikut merasakan ‘sakit’ imsomnia yang tidak dirasakan oleh penulis, bisa tahu hobi penulis yang suka mbaca buku Asmaraman S Kho Ping Hoo semasa remaja hingga hafal nama tokoh-tokoh dunia kang-ouw, seorang Andre Theriqa, yang rela begadang semalaman hanya untuk menonton bola, dan sebagainya. Penulis juga tampaknya sengaja menunjukkan kecintaannya pada lagu-lagu Iwan Fals, musisi yang dikaguminya, hingga bisa ditanyakan, ada berapa lagu Iwan Fals dalam TitikTuju ?
Akhirnya selamat membaca TitikTuju sambil mendendangkan lagu IwanFals. (250206)
Imron Hamami adalah penggiat sosial yang menjadi motor Pattiro,
sebuah NGO yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan di Tangerang.
Melalui TitikTuju, pembaca seakan diajak untuk menjelajahi perenungan seorang anak manusia, Andre Theriqa, dengan tetap menginjak bumi, dengan hati nurani, dengan cinta, dengan kasih sayang dan dengan tetap memanusiakan "manusia". Tulisan dalam TitikTuju, adalah kumpulan tulisan yang dibuat seketika –ketika sang penulis merasakan getaran khusus, terinspirasi untuk menuangkan dalam tulisan beberapa waktu silam. Kesadaran untuk berbagi pengalaman dari sang penulis inilah, hingga merasa perlu untuk mengumpulkan kembali tulisan-tulisan yang berserakan, mengedit dan membukukannya, untuk pembaca yang budiman. Buku yang ada di tangan pembaca ini, adalah cetakan kedua, setelah cetakan pertamanya habis dibagi-bagikan kepada handai taulan. Ternyata, tuntutan untuk mencetak yang kedua, tidak mampu ditolak oleh penulis, yang memang tidak pernah bisa menolak permintaan orang. Apalagi permintaan untuk berbagi sebuah pengalaman, perenungan untuk nilai-nilai kemanusiaan.
Beberapa tulisan dalam TitikTuju, sengaja didedikasikan untuk beberapa tokoh, --yang dikenal dan mengenal—Andre Theriqa, sang penulis. Penulis tampak terkesan dengan peristiwa-peristiwa yang dialami bersama sang tokoh, walau sederhana dan singkat saat peristiwa itu terjadi, tapi bagi Andre Theriqa peristiwa itu memiliki sisi-sisi humanisme yang dalam dari sang tokoh. Hal ini tampak dalam tulisan bertajuk "Adeng", "EMC dari Bunda", "DRH" dan sebagainya. Hingga pembaca, akan larut bersama dengan bayangan tokoh yang juga dikenal oleh pembaca di Tangerang. Sebuah ‘kota’ yang tengah ditarik oleh modernisasi untuk memisahkan sisi "kemanusiaan" dari manusia penghuninya.
Memang ada beberapa tulisan dalam TitikTuju, ketika diedit kembali beberapa waktu kemudian (enam angka di belakang tulisan), sudah kehilangan ‘momentum’-nya, jika dibandingkan dengan suasana batin ketika tulisan itu dibuat, sesaat setelah peristiwa itu dialami. Terasa ‘kering’, ketika penulis mengeditnya lagi untuk dinikmati sekarang, saat peristiwa itu sendiri sudah lampau. Hal ini bisa dirasakan dalam tulisan yang berjudul "BBBM", "Jalasveva Jayamahe" dan sebagainya. Namun, itu tidak mengurangi kenikmatan menjelajah dunia nilai-nilai kemanusiaan yang ditawarkan oleh penulisnya dalam TitikTuju.
Terakhir, jika pembaca jeli menelusuri TitikTuju hingga akhir, tentu akan mafhum, dengan situasi batin penulisnya. Bahkan pembaca dapat ikut merasakan ‘sakit’ imsomnia yang tidak dirasakan oleh penulis, bisa tahu hobi penulis yang suka mbaca buku Asmaraman S Kho Ping Hoo semasa remaja hingga hafal nama tokoh-tokoh dunia kang-ouw, seorang Andre Theriqa, yang rela begadang semalaman hanya untuk menonton bola, dan sebagainya. Penulis juga tampaknya sengaja menunjukkan kecintaannya pada lagu-lagu Iwan Fals, musisi yang dikaguminya, hingga bisa ditanyakan, ada berapa lagu Iwan Fals dalam TitikTuju ?
Akhirnya selamat membaca TitikTuju sambil mendendangkan lagu IwanFals. (250206)
Imron Hamami adalah penggiat sosial yang menjadi motor Pattiro,
sebuah NGO yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan di Tangerang.
1 komentar:
gw demen tulisan mister andre di koran media tangerang dulu, gak taunya udah dibukuin ya..., bisa didapet di mana ?
Posting Komentar